Minggu, 04 November 2012

PENGERTIAN CSR

Definisi Corporate Social Responsibility
Berdasar pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72).
World Business Council for Sustainable Development mendefiniskan Corporate Social Responsibility sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Iriantara, 2004, p.49). “Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” (Kotler & Nancy, 2005,p.4)
CSR Forum mendefinikan Corporate Social Responsibility sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007, p.8).
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu issue tertentu di masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Kontribusi dari perusahaan ini bisa berupa banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari perusahaan, bantuan berupa barang, dll. Di sini perlu dibedakan antara program Corporate Social Responsibility dengan kegiatan charity. Kegiatan charity hanya berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan ketergantungan publik terhadap perusahaan. Sementara, program Corporate Social Responsibility merupakan program yang berkelanjutan dan bertujuan untuk menciptakan kemandirian publik (“Paradigma Baru CSR”, Oktober 2006).
Perusahaan yang menjalankan model bisnisnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip etika bisnis dan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang strategik dan sustainable akan dapat menumbuhkan citra positif serta mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat (Wibisono, 2007, p.66). Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka. Citra positif ini akan menjadi asset yang sangat berharga bagi perusahaan dalam menjaga keberlangsungan hidupnya saat mengalami krisis (Kotler & Nancy, 2005)
Melihat pentingnya pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam membantu perusahaan menciptakan citra positifnya maka perusahaan seharusnya melihat Corporate Social Responsibility bukan sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, jika Corporate Social Responsibility diabaikan kemudian terjadi insiden. Maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan Corporate Social Responsibility itu sendiri. Hal ini belum termasuk pada resiko non-finansial yang berupa memburuknya citra perusahaan di mata publiknya (Wibisono, 2007).

Lima Pilar Aktivitas Coprorate Social Responsibility
Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu (Wibisono, 2007,p.119) :
Building Human Capital
Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community development.
Strengthening Economies
Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar.
Assessing Social Chesion
Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
Encouraging Good Governence
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik.
Protecting The Environment
Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.

Bentuk Program Corporate Social Responsibility

Kotler dalam buku “Corporate Social Responsibility : Doing The Most Good for Your Company” (2005) menyebutkan beberapa bentuk program Corporate Social Responsibility yang dapat dipilih, yaitu :
Cause Promotions
Dalam cause promotions ini perusahaan berusaha untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai suatu issue tertentu, dimana issue ini tidak harus berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis perusahaan, dan kemudian perusahaan mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau benda mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Dalam cause promotions ini, perusahaan bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya : non government organization.
Cause Promotions dapat dilakukan dalam bentuk :

Meningkatkan awareness dan concern masyarakat terhadap satu issue tertentu.
Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih mendalam mengenai suatu issue tertentu di masyarakat. Mengajak masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak orang untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan event tertentu, misalnya : mengikuti gerak jalan, menandatangani petisi, dll.

Cause-Related Marketing
Dalam cause related marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produk nya, baik itu barang atau jasa, dimana sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu.
Cause related marketing dapat berupa :
Setiap barang yang terjual, maka sekian persen akan didonasikan.
Setiap pembukaan rekening atau account baru, maka beberapa rupiah akan didonasikan.

Corporate Social Marketing
Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu.
Biasanya corporate social marketing, berfokus pada bidang-bidang di bawah ini, yaitu :
Bidang kesehatan (health issues), misalnya : mengurangi kebiasaan merokok, HIV/AIDS, kanker, eating disorders, dll.
Bidang keselamatan (injury prevention issues), misalnya :
keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dll.
Bidang lingkungan hidup (environmental issues) , misalnya :
konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida.
Bidang masyarakat (community involvement issues), misalnya :
memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan hak-hak binatang, dll.

Corporate Philanthrophy
Corporate philanthropy mungkin merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua. Corporate philanthrophy ini dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga, perorangan ataupun kelompok tertentu.
Corporate philanthropy dapat dilakukan dengan menyumbangkan :
Menyumbangkan uang secara langsung, misalnya: memberikan beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu,dll.
Memberikan barang/produk, misalnya: memberikan bantuan peralatan tulis untuk anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah terbuka, dll.
Memberikan jasa, misalnya: memberikan bantuan imunisasi kepada anak-anak di daerah terpencil,dll.
Memberi ijin untuk menggunakan fasilitas atau jalur distribusi yang dimiliki oleh perusahaan, misalnya: sebuah hotel menyediakan satu ruangan khusus untuk menjadi showroom bagi produk-produk kerajinan tangan rakyat setempat, dll.

Corporate Volunteering
Community Volunteering adalah bentuk Corporate Social Responsibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya ikut terlibat dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan waktu dan tenaganya.
Beberapa bentuk community volunteering, yaitu :
Perusahaan mengorganisir karyawannya untuk ikut berpartisipasi dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh perusahaan, misalnya sebagai staff pengajar, dll.
Perusahaan memberikan dukungan dan informasi kepada karyawannya untuk ikut serta dalam program-program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh lembaga-lembaga lain, dimana program-program Corporate Social Responsibility tersebut disesuaikan dengan bakat dan minat karyawan.
Memberikan kesempatan (waktu) bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan Corporate Social Responsibility pada jam kerja, dimana karyawan tersebut tetap mendapatkan gajinya.
Memberikan bantuan dana ke tempat-tempat dimana karyawan terlibat dalam program Corporate Social Responsibility nya. Banyaknya dana yang disumbangkan tergantung pada banyaknya jam yang dihabiskan karyawan untuk mengikuti program Corporate Social Responsibility di tempat tersebut. Socially Responsible Bussiness Dalam Socially responsible business, perusahaan melakukan perubahan terhadap salah satu atau keseluruhan sistem kerja nya agar dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.
Socially responsible business, dapat dilakukan dalam bentuk :
Memperbaiki proses produksi, misalnya : melakukan penyaringan terhadap limbah sebelum dibuang ke alam bebas, untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan, menggunakan pembungkus yang dapat didaur ulang (ramah lingkungan).
Menghentikan produk-produk yang dianggao berbahaya tapi tidak illegal.
Hanya menggunakan distributor yang memenuhi persyaratan dalam menjaga lingkungan hidup.
Membuat batasan umur dalam melakukan penjualan, misalnya barang-barang tertentu tidak akan dijual kepada anak yang belum berumur 18 tahun.

Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Responsibility
Dalam buku, “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”, Yusuf Wibisono (2007) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility, yaitu:
Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image / citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan.

Layak Mendapatkan sosial licence to operate
Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberika kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut.

Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan
Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan Corporate Social
Responsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian.

Melebarkan Akses Sumber Daya
Track records yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.

Membentangkan Akses Menuju Market
Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru.

Mereduksi Biaya
Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan Corporate Social Responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan.

Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder
Implementasi Corporate Social Responsibility akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan.

Memperbaiki Hubungan dengan Regulator
Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat.

Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka.

Peluang Mendapatkan Penghargaan
Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku Corporate Social Responsibility sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan award.

PENGERTIAN GCG

Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadbury, misalnya, pada tahun 1992 – melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadbury Report – mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadbury, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Centre for European Policy Studies (CEPS), punya foormula lain. GCG papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaaan istilah. Kelompk negara maju (OECD), misalnya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggungjawab kepada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholder lainnya. Karena itu fokus utama disini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu accountability, transparency, predictability dan participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut, GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang, tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai ‘pengaturan’. Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut ‘tata pamong’ atau penadbiran – yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance atau GCG merupakan :
  • Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para stakeholder lainnya.
  • Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
  • Suatu prose yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

PENGERTIAN IFRS

Pengertian IFRS.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)

Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi.
  • Pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya.
  • Ke-dua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca).
  • Ke-tiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan.
  • Ke-empat adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009).
            Indonesia akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti,. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Namun, perubahan tersebut tentu saja akan memberikan efek di berbagai bidang, terutama dari segi pendidikan dan bisnis.
DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENDIDIKAN
Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :
  1. Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
  2. Banyak menggunakan professional judgement
  3. Banyak menggunakan fair value accounting
  4. IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
  5. Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
  6. Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.
DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP BISNIS
Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik “Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis” yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin :
  1. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
  2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
  3. Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
  4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value.
  5. principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
  6. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.
Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Ada yang perubahannya besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Perubahan tidak hanya dilakukan pada tingkat perusahaan, namun perlu juga ada perubahan peraturan Bank Indonesia, contohnya tentang penyisihan atas kredit yang disalurkan.
Perusahaan BUMN tidak dapat mengelak untuk menerapkan IFRS. Sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, BUMN dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus menyiapkan sumber daya manusia dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan.
Perusahaan dalam industri sejenis dapat merumuskan dampak perubahan standar ini secara bersama-sama sehingga lebih efisien, Standar yang bersifat principles based dapat diturunkan dalam bentuk pedoman akuntansi untuk industri spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan dalam industri tersebut.

tugas kelompok

Pelaksanaan GCG Bank Niaga


Anggota Kelompok :
Devin Pratama
Fajar Mauludi H
Henricus Indra P
Muhamad Rayhan
Ricky Yaminsyah
Rio Sempana A
Rizkia Yusuf
Yuda Nurfika

Pelaksanaan GCG Bank Niaga
Dalam kaitannya dengan upaya menjalankan GCG di perusahaan perbankan seluruh Anggota Komisaris atau Komisaris Independen perlu mengerti dan menjalankan tugasnya dengan mengacu pada prinsip-prinsip GCG berikut ini:
1.      Transparansi yang menunjukan kemampuan dari berbagai pihak pemegang kepentingan terkait untuk melihat dan memahami proses dan acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam mengelola perusahaan. Dilihat dari ke transparasian laporan GCG di bank niaga sangat transparasi dimana telah dilaksanakannya RUPS, Menyetujui dan menerima baik Laporan Tahunan Perusahaan tahun buku (termasuk laporan pengawasan Dewan Komisaris) dan mengesahkan Laporan Keuangan Konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tahun buku yang telah diaudit oleh kantor Akuntan Publik Haryanto Sahari dan Rekan (anggota dari PricewaterhouseCoopers di Indonesia), mencakup Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk untuk periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Oktober 2008 yang kemudian sejak 1 November 2008 PT Bank Lippo Tbk efektif menggabungkan diri ke dalam Perusahaan, dengan pendapat bahwa laporan keuangan konsolidasian menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tanggal 31 Desember 2008, dan hasil usaha, serta arus kas konsolidasian yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.      Disclosure yang merupakan penyajian informasi kepada berbagai pihak pemegang kepentingan mengenai berbagai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan. Pada tahap awal menerima tugas pekerjaannya, BOC dan BOD perlu memastikan bahwa eksternal auditor, internal auditor dan Komite Audit mempunyai akses terhadap informasi yang dimiliki perusahaan, dengan syarat kerahasiaan informasi perusahaan ini tetap dijaga.
Komite-Komite di Tingkat Dewan Komisaris
Guna membantu pelaksanaan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, Dewan Komisaris membentuk beberapa Komite sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang­undangan yang berlaku. Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris adalah:
a.       Komite Audit
Sepanjang tahun buku 2010, Komite Audit antara lain telah menyelenggarakan rapat sebagai bagian dari pelaksanaan tugasnya:
1.      Mengadakan rapat dengan Audit Intern untuk membahas rencana audit dan lingkup audit, kecukupan sistim pengendalian intern, temuan audit yang signifikan dan tindak lanjutnya, serta tindak lanjut atas rekomendasi Bank Indonesia dan Akuntan Publik. Pembahasan dengan audit intern dalam tahun 2009 dilakukan 12 kali.
2.      Mengadakan rapat dengan Direktur Keuangan dan pejabat eksekutif keuangan untuk membahas pelaporan keuangan untuk meyakinkan bahwa penyajian, perlakuan akuntansi dan pengungkapannya telah sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku umum, serta melakukan review terhadap kesiapan implementasi PSAK 50/55. Pembahasan dengan Direktur Keuangan dan pejabat eksekutif keuangan dalam tahun 2009 dilakukan 7 kali.
3.      Mengadakan rapat dengan Akuntan Publik untuk membahas rencana audit, lingkup audit, temuan audit yang signifikan dan implementasi Standar akuntansi yang berlaku umum. Pembahasan dengan Akuntan Publik dalam tahun 2009 dilakukan 8 kali.
4.      Mengadakan rapat dengan unit kerja tertentu untuk meyakinkan kecukupan sistim pengendalian intern dan implementasi good corporate governance seperti melakukan review terhadap proses integrasi saat Single Platform Day 1, penanganan keluhan nasabah, penentuan nilai agunan serta implementasi restrukturisasi kredit dan penyelesaiannya. Pembahasan dengan unit kerja dalam tahun 2009 dilakukan 18 kali.
3.      Akuntanbilitas yang berkaitan dengan pertanggungan jawab BOC dan BOD atas keputusan manajerial dan hasil kinerja usaha yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola perusahaan.
          BOD dan BOC perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik.
Komite Eksekutif
Business Development Committee (BDC)
Program Kerja Tahun 2010
1)      Pengembangan produk/proyek yang terkait dengan bisnis dan pemasaran, sehingga dapat menghasilkan produk– produk yang berkualitas, bermanfaat dan dibutuhkan nasabah dan masyarakat.
2)      Meningkatkan kualitas dan nilai tambah bagi produk dan layanan, baik dalam hal teknologi maupun layanan, sehingga dapat dengan cepat merespon keinginan masyarakat dan menanggapi persaingan yang ada.
Realisasi Kerja Tahun 2010
1)      Meluncurkan beberapa produk dan program antara lain: Program Tabungan X-Tra: Setiap Detik Hadiah Menanti, Program Tabungan X-Tra: Festival X-Tra, Kartu Kredit X-Tra, X-Tra Fixed Rate, KPR Dinamis, KPM Smart dan Luxury, Deposito X-Tra, Power Deposit, dan ikut serta sebagai agen penjual ORI 06 & Sukuk.
2)      Meningkatkan promosi dan pemasaran produk dengan berbagai strategi promosi dan pemasaran antara lain dengan sponsorship, lucky rewards dan penggunaan media promosi yang efektif.
3)      Meningkatkan kualitas  layanan terhadap transaksi perkreditan nasabah,yaitu dengan memberikan kemudahan pengajuan kredit terutama untuk pensiunan.
4.            Kemandirian yang menuntut pemilik perusahaan, BOD dan BOC dalam menjalankan kegiatan usaha melepaskan diri dari berbagai pengaruh atau tekanan yang berasal dari pihak tertentu yang dapat menggangu, merugikan, atau mengurangi obyektifitas pengambilan keputusan.
Hasil Self Assessment GCG Bank Niaga
Self assessment implementasi GCG dilakukan Bank untuk mengukur hasil pelaksanaan GCG selama satu tahun. Program ini dijalankan dengan mengirimkan kuesioner seperti yang ditetapkan oleh BI kepada responden anggota Dewan Komisaris, Direksi dan pejabat Eksekutif
Aspek yang din ilai adalah sebagai berikut:
Aspek yang Dinilai
Bobot (B)
Value (V) (%)
Peringkat (P) Ranking (R)
Nilai (B x P) Score (V x R)
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung jawab Dewan Komisaris
Implementation of the Roles and Responsibilities of the Board of Commissioners
10
1
0,10
Pelaksanaan Tugas dan tanggung Jawab Direksi
Implementation of the Roles and Responsibilities of the Directors
20
1
0,21
Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
10
1,1
0,11
Penanganan Benturan Kepentingan
10
1,3
0,13
Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank
5
1,2
0,06
Penerapan Fungsi Audit Intern
5
1,3
0,06
Penerapan Fungsi Audit Ekstern
5
1,1
0,05
Fungsi Manajemen Risiko termasuk Sistem Pengendalian Intern Risk Management Function including Internal Control System
7,5
1,3
0,10
Penyediaan Dana kepada Pihak terkait dan Debitur Besar Allocation  and Key Debtors
7.5
1,1
0,08
Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan, Laporan Pelaksanaan GCG dan Pelaporan Internal
Transparency of Financial and Non Financial Conditions, GCG Implementation Reports and Internal Reporting
15
1,2
0,18
Rencana Strategis Bank
5
1,2
0,06
Nilai Komposit
1,1
(sangat baik)
(very good)

Pelaksanaan GCG Bank Niaga




Pelaksanaan GCG Bank Niaga
Dalam kaitannya dengan upaya menjalankan GCG di perusahaan perbankan seluruh Anggota Komisaris atau Komisaris Independen perlu mengerti dan menjalankan tugasnya dengan mengacu pada prinsip-prinsip GCG berikut ini:
1.      Transparansi yang menunjukan kemampuan dari berbagai pihak pemegang kepentingan terkait untuk melihat dan memahami proses dan acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam mengelola perusahaan. Dilihat dari ke transparasian laporan GCG di bank niaga sangat transparasi dimana telah dilaksanakannya RUPS, Menyetujui dan menerima baik Laporan Tahunan Perusahaan tahun buku (termasuk laporan pengawasan Dewan Komisaris) dan mengesahkan Laporan Keuangan Konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tahun buku yang telah diaudit oleh kantor Akuntan Publik Haryanto Sahari dan Rekan (anggota dari PricewaterhouseCoopers di Indonesia), mencakup Laporan Keuangan PT Bank Lippo Tbk untuk periode 1 Januari 2008 sampai dengan 31 Oktober 2008 yang kemudian sejak 1 November 2008 PT Bank Lippo Tbk efektif menggabungkan diri ke dalam Perusahaan, dengan pendapat bahwa laporan keuangan konsolidasian menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tanggal 31 Desember 2008, dan hasil usaha, serta arus kas konsolidasian yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2.      Disclosure yang merupakan penyajian informasi kepada berbagai pihak pemegang kepentingan mengenai berbagai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan. Pada tahap awal menerima tugas pekerjaannya, BOC dan BOD perlu memastikan bahwa eksternal auditor, internal auditor dan Komite Audit mempunyai akses terhadap informasi yang dimiliki perusahaan, dengan syarat kerahasiaan informasi perusahaan ini tetap dijaga.
Komite-Komite di Tingkat Dewan Komisaris
Guna membantu pelaksanaan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, Dewan Komisaris membentuk beberapa Komite sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang­undangan yang berlaku. Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris adalah:
a.       Komite Audit
Sepanjang tahun buku 2010, Komite Audit antara lain telah menyelenggarakan rapat sebagai bagian dari pelaksanaan tugasnya:
1.      Mengadakan rapat dengan Audit Intern untuk membahas rencana audit dan lingkup audit, kecukupan sistim pengendalian intern, temuan audit yang signifikan dan tindak lanjutnya, serta tindak lanjut atas rekomendasi Bank Indonesia dan Akuntan Publik. Pembahasan dengan audit intern dalam tahun 2009 dilakukan 12 kali.
2.      Mengadakan rapat dengan Direktur Keuangan dan pejabat eksekutif keuangan untuk membahas pelaporan keuangan untuk meyakinkan bahwa penyajian, perlakuan akuntansi dan pengungkapannya telah sesuai dengan Standar Akuntansi yang berlaku umum, serta melakukan review terhadap kesiapan implementasi PSAK 50/55. Pembahasan dengan Direktur Keuangan dan pejabat eksekutif keuangan dalam tahun 2009 dilakukan 7 kali.
3.      Mengadakan rapat dengan Akuntan Publik untuk membahas rencana audit, lingkup audit, temuan audit yang signifikan dan implementasi Standar akuntansi yang berlaku umum. Pembahasan dengan Akuntan Publik dalam tahun 2009 dilakukan 8 kali.
4.      Mengadakan rapat dengan unit kerja tertentu untuk meyakinkan kecukupan sistim pengendalian intern dan implementasi good corporate governance seperti melakukan review terhadap proses integrasi saat Single Platform Day 1, penanganan keluhan nasabah, penentuan nilai agunan serta implementasi restrukturisasi kredit dan penyelesaiannya. Pembahasan dengan unit kerja dalam tahun 2009 dilakukan 18 kali.
3.      Akuntanbilitas yang berkaitan dengan pertanggungan jawab BOC dan BOD atas keputusan manajerial dan hasil kinerja usaha yang dicapai, sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola perusahaan.
          BOD dan BOC perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik.
Komite Eksekutif
Business Development Committee (BDC)
Program Kerja Tahun 2010
1)      Pengembangan produk/proyek yang terkait dengan bisnis dan pemasaran, sehingga dapat menghasilkan produk– produk yang berkualitas, bermanfaat dan dibutuhkan nasabah dan masyarakat.
2)      Meningkatkan kualitas dan nilai tambah bagi produk dan layanan, baik dalam hal teknologi maupun layanan, sehingga dapat dengan cepat merespon keinginan masyarakat dan menanggapi persaingan yang ada.
Realisasi Kerja Tahun 2010
1)      Meluncurkan beberapa produk dan program antara lain: Program Tabungan X-Tra: Setiap Detik Hadiah Menanti, Program Tabungan X-Tra: Festival X-Tra, Kartu Kredit X-Tra, X-Tra Fixed Rate, KPR Dinamis, KPM Smart dan Luxury, Deposito X-Tra, Power Deposit, dan ikut serta sebagai agen penjual ORI 06 & Sukuk.
2)      Meningkatkan promosi dan pemasaran produk dengan berbagai strategi promosi dan pemasaran antara lain dengan sponsorship, lucky rewards dan penggunaan media promosi yang efektif.
3)      Meningkatkan kualitas  layanan terhadap transaksi perkreditan nasabah,yaitu dengan memberikan kemudahan pengajuan kredit terutama untuk pensiunan.
4.            Kemandirian yang menuntut pemilik perusahaan, BOD dan BOC dalam menjalankan kegiatan usaha melepaskan diri dari berbagai pengaruh atau tekanan yang berasal dari pihak tertentu yang dapat menggangu, merugikan, atau mengurangi obyektifitas pengambilan keputusan.
Hasil Self Assessment GCG Bank Niaga
Self assessment implementasi GCG dilakukan Bank untuk mengukur hasil pelaksanaan GCG selama satu tahun. Program ini dijalankan dengan mengirimkan kuesioner seperti yang ditetapkan oleh BI kepada responden anggota Dewan Komisaris, Direksi dan pejabat Eksekutif
Aspek yang din ilai adalah sebagai berikut:
Aspek yang Dinilai
Bobot (B)
Value (V) (%)
Peringkat (P) Ranking (R)
Nilai (B x P) Score (V x R)
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung jawab Dewan Komisaris
Implementation of the Roles and Responsibilities of the Board of Commissioners
10
1
0,10
Pelaksanaan Tugas dan tanggung Jawab Direksi
Implementation of the Roles and Responsibilities of the Directors
20
1
0,21
Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas Komite
10
1,1
0,11
Penanganan Benturan Kepentingan
10
1,3
0,13
Penerapan Fungsi Kepatuhan Bank
5
1,2
0,06
Penerapan Fungsi Audit Intern
5
1,3
0,06
Penerapan Fungsi Audit Ekstern
5
1,1
0,05
Fungsi Manajemen Risiko termasuk Sistem Pengendalian Intern Risk Management Function including Internal Control System
7,5
1,3
0,10
Penyediaan Dana kepada Pihak terkait dan Debitur Besar Allocation  and Key Debtors
7.5
1,1
0,08
Transparansi Kondisi Keuangan dan Non Keuangan, Laporan Pelaksanaan GCG dan Pelaporan Internal
Transparency of Financial and Non Financial Conditions, GCG Implementation Reports and Internal Reporting
15
1,2
0,18
Rencana Strategis Bank
5
1,2
0,06
Nilai Komposit
1,1
(sangat baik)
(very good)

Minggu, 07 Oktober 2012

PENERAPAN SARBANES-OXLEY DI INDONESIA


Latar Belakang Munculnya Sarbanes Oxley– Sarbanes-Oxley atau kadang disingkat Sox atau SOA. adalah hukum federal Amerika Serikatyang ditetapkan pada 30 Juli 2002. Undang-undang ini diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes(Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio) yang disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush.Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika Serikat terhadap berbagaiskandal pada beberapa perusahaan besar seperti: Enron, Tyco International, Adelphia, PeregrineSystems, WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer AssociatesInternational, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen danXerox, yang juga melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC.

Skandal-skandal yang menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnyaharga saham perusahaan-perusahaan yang terpengaruh ini mengguncang kepercayaan masyarakatterhadap pasar saham. Semua skandalini merupakan contoh tragisbagaimana kecurangan
(fraud schemes) berdampak sangat burukterhadap pasar, stakeholders dan parapegawai.Dengan diterbitkannya undang-undang ini, ditambah dengan beberapaaturan pelaksanaan dari SecuritiesExchange Commision (SEC) danbeberapa self regulatory bodies lainnya, diharapkan akan meningkatkan standar akuntabilitasperusahaan, transparansi dalam pelaporan keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaanatau organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan fraud, serta membuat perhatian padatingkat sangat tinggi terhadap corporate governance. Perundang-undangan ini menetapkan suatu standar baru dan lebih baik bagi semua dewandan manajemen perusahaan publik serta kantor akuntan publik walaupun tidak berlaku bagiperusahaan tertutup. Akta ini terdiri dari 11 bab atau bagian yang menetapkan hal-hal mulai daritanggung jawab tambahan Dewan Perusahaan hingga hukuman pidana. Sarbox juga menuntutSecurities and Exchange Commission (SEC) untuk menerapkan aturan persyaratan baru untukmenaati hukum ini. Saat ini, corporate governance dan pengendalian internal bukan lagi sesuatuyang mewah lagi karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh undang-undang.
Aktivitas SOA pada perusahaa Dalam Sarbanes Oxley Act diatur tentang akuntansi, pengungkapan dan pembaharuangovernance yang mensyaratkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasikeuangan, keterangan tentang hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat dibidang keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula mengenai hal-hal sebagai berikut:

a. Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komiteaudit, dan pihak manajemenb.
b. Mendirikan the Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewanyang independen dan bekerja full-time bagi pelaku pasar modal
c. Penambahan tanggung jawab dan anggaran SEC (Securities Exchange Commision) secara signifikand. Mendefinisikan jasa “non-audit” yang tidak bolehdiberikan oleh KAP kepada klien .
d. Memperbesar hukuman bagi terjadinya corporate fraud (manipulasi perusahaan)
e. Mensyaratkan adanya aturan mengenai cara menghadapi conflicts of interestf.

Menetapkan beberapa persyaratan pelaporan yang baruDalam hal pelaporan, Sarbanes-Oxley Act mewajibkan semua perusahaan publik untukmembuat suatu sistem pelaporan yang memungkinkan bagi pegawai atau pengadu untukmelaporkan terjadinya penyimpangan. Sistem pelaporan ini diselenggarakan oleh komite audit.
Perusahaan dapat menggunakan jasa pelaporan hotlines seperti ACFE’s EthicsLine. ACFE dapat
membantu menyusun hotlines pengaduan yang akan menerima dan merahasiakan pengaduan,dan memberikan informasi kepada perusahaan agar dapat mengambil tindakan yang tepat. Sistemhotlines ini akan mendorong para pegawai untuk melaporkan karena mereka merasa aman daritindakan pembalasan dari yang dilaporkan, dan inilah elemen penting dan kritis bagi programpencegahan fraud yang kuat