Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi internasional
yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB).
Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS)
disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi
Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal
(IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu
bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan
lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini
memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi
global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat
diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela,
puslit2.petra.ac.id)
Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa
Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya
merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan
antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting
Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi
seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara
garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi.
Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau
informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar
akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan
dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang
kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk
menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat
terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan
keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar
adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen
laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan
keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis
informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan
dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan
laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang
menyertai laporan keuangan.
Konvergensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia
saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia
menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi
keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan
Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan
standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari
data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan
program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak
ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar
akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK)
tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi
internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards
Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam
proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB.
Dan
untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK
akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi
kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk
transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah
di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah
telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi
syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha
umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat
diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat
dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200.
(SY)
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional
(International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan
asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun
demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah
karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Membahas
tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi
standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting
Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization
for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang
diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan
multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan,
serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)
Iqbal,
Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional
sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan
prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan
harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai
terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan
kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi
internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan
multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara,
dalam perdagangan multinasional.
IASC didirikan pada tahun 1973
dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh
negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi
profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah
(1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan
pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas
di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi
standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
IASC
memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang
terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan,
pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat
dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur
untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan
peranan IASC.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard)
adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan
mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi
keuangan.
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan
interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan
keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Tanggungjawab Sosial Akuntan
Akuntansi
pertanggungjawaban sosial merupakan perluasan pertanggungjawaban
organisasi (perusahaan) diluar batas-batas akuntansi keuangan
tradisional (konvensional), yaitu menyediakan laporan keuangan yang
tidak hanya diperuntukkan kepada pemilik modal khususnya pemegang saham
saja. Perluasan ini didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki
tanggung jawab yang lebih luas dan tidak sekedar mencari uang untuk para
pemegang saham saja, namun juga bertanggung jawab kepada seluruh
stakeholders. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia pun telah mengakomodasi tentang akuntansi
pertanggungjawaban sosial, yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 1 paragraph ke-9 : ”Perusahaan dapat pula menyajikan
laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan
nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana
faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri
yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang
peranan penting”.
Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Hingga
saat ini pendidikan akuntansi di Indonesia berkiblat pada
praktek-praktek akuntansi negara Amerika. Acuan yang digunakan adalah
standar FASB dimana standar tersebut merupakan standar yang digunakan di
Amerika. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) pun juga
merupakan adopsi dari FASB yang mana FASB diambil dari fenomena-fenomena
akuntansi di Amerika. Selain itu, buku-buku yang dipakai dalam bangku
kuliah di Indonesia adalah buku terbitan dari negara Amerika.
Hubungan IFRS, Tanggungjawab Sosial Akuntan dan Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Isu
IFRS telah lama mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di dunia. Tidak
hanya aspek ekonomi, sejak direncanakan perubahan PSAK dan dilakukan
konvergensi PSAK ke IRFS, berbagai aspek ekonomi, sosial dan politik
mengalami perubahan yang semakin kompleks. Penyusunan standar keuangan
baru dipengaruhi berbagai unsur politik, sosial, ekonomi, dsb yang
saling terkait satu sama lain dan tentunya juga berpengaruh pada
fenomena yang akan terjadi setelah standar-standar keuangan tersebut
diaplikasikan pada praktek akuntansi.
Dalam aspek ekonomi,
standar Akuntansi yang disusun oleh para akuntan cenderung mengarah pada
dunia bisnis atau perekonomian dunia. Begitu juga IFRS yang disusun
oleh IASB masih terfokus pada dunia bisnis dan perekonomian dunia.
Bagaimana tidak, pada IFRS Chapter 2, mengenai presentation of financial
statements, dijelaskan bahwa setiap investor membutuhkan informasi
entitas yang dapat membantu investor dan pengguna-pengguna laporan
keuangan lainnya dalam membuat keputusan ekonomi. Artinya dalam
penyajian laporan keuangan hanya ditujukan untuk keputusan ekonomi dan
mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi tanpa melihat aspek-aspek
lainnya yang akan dipengaruhi oleh IFRS itu sendiri. Dengan kata lain,
IFRS disusun dan diadopsi lebih tertuju pada para investor atau pemegang
saham. Karena selain manajer perusahaan yang mengambil keputusan
ekonomi, pemegang saham merupakan salah satu stakeholder yang paling
membutuhkan data informasi keuangan yang relevan dengan keadaan ekonomi
yang setiap saat mengalami perubahan.
Konvergensi IFRS yang
terjadi di Indonesia pun juga demikian. Hingga saat ini, harmonisasi
yang dilakukan oleh DSAK tentunya mengadopsi IFRS yang tertuju pada para
pemegang saham. Para pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada
stakeholder-stakeholder lainnya. Karena salah satu tujuan dari IFRS
disusun dan diadopsi adalah untuk melindungi para pemegang saham dari
informasi pelaporan keuangan yang terdistorsi atau kurang relevan.
Dengan informasi yang relevan dan wajar, maka para pemegang saham dapat
dipastikan mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam kondisi ekonomi
tertentu. Karena informasi yang relevan dengan keadaan pasar atau dengan
keadaan ekonomi masa kini tentunya akan memberikan keuntungan besar
bagi investor, dimana investor/pemegang saham dapat memperbesar
kapitalisme di negara Indonesia. Bahkan sebelum adanya konvergensi IFRS,
PSAK cenderung terfokus pada entitas dan pemegang saham, sebagai contoh
PSAK 50 dan 55 yang mengatur mengenai efek dan derivatif, dimana efek
dan derivatif merupakan alat bagi investor untuk berinvestasi di pasar
modal Indonesia. Setelah adanya konvergensipun juga demikian, dimana
konvergensi PSAK 50 dan 55 yang telah direvisi pada tahun 2006 tersebut
belum memberikan suatu perubahan arah fokus selain kepada para investor.
IFRS
yang diadopsi ke PSAK ini juga mengarah pada kepentingan manajemen.
Beberapa aturan yang terdapat dalam PSAK mengatur segala operasi
perusahaan secara detail. Sebagai contoh, kapitalisasi beban untuk
perusahaan pertambangan pada ED PSAK nomor 33, dimana dijelaskan bahwa
perusahaan dapat mengkapitalisasi biaya eksplorasi tanpa ada
perkecualian. Sehingga memudahkan bagi perusahaan untuk menyusun laporan
keuangan dan mengklasifikasikan biaya dalam akun-akun. Selain itu, hal
ini juga menguntungkan bagi perusahaan dalam mengakapitalisasi, dimana
dengan kapitalisasi ini perusahaan mempunyai Aset yang lebih besar dalam
laporan keuangan.
Dengan konvergensi IFRS, perusahaan-perusahaan
melakukan pelaporan keuangan akan lebih mudah, lebih hemat biaya dan
terjadi sedikit penyesuaian laporan keuangan. Hal ini merupakan salah
satu tujuan konvergensi IFRS, dimana lebih memudahkan perusahaan dalam
melakukan pelaporan keuangan. Sehingga fokus penyusunan IFRS, maupun
konvergensi pada PSAK pun juga terfokus pada kepentingan manajemen atau
perusahaan itu sendiri.
Pengadopsian IFRS yang dilakukan DSAK ini
juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Penyusunan PSAK baru
didominasi oleh para akuntan yang memiliki sudut pandang bisnis dan
perekonomian. Permasalahan politik yang terjadi hingga saat ini sangat
kurang diperhatikan dan pemerintah hanya mendapatkan informasi mengenai
laporan keuangan saja tanpa memperhatikan unsur politik. Unsur politik
adalah yang paling utama dalam pemerintahan Indonesia. Seperti yang
dilansir dalam Majalah Akuntansi Indonesia, hingga saat ini proporsi
orang politik lebih besar daripada para profesional yang menekuni
bidangnya. Sehingga dapat dipastikan profesional dalam bidang akuntansi
dan keuangan sangat kurang. Berdasarkan survei yang dilakukan redaksi
Akuntansi Indonesia, Dari 155 kuisioner yang dibagikan pada pemerintah,
54 persen dari kuisioner merupakan orang-orang yang mengaku tidak paham
mengenai bidang akutansi, dan sisanya adalah yang paham mengenai bidang
akuntansi. Hal ini menandakan kurangnya perhatian pemerintah dalam
bidang akuntansi dan masih banyak oknum pemerintah yang belum paham
mengenai akuntansi. Sehingga dapat muncul sikap yang apatis mengenai
penyusunan standar akuntansi keuangan. Belum lagi dengan kejadian
korupsi di kubu pemerintahan yang hingga saat ini makin marak. Korupsi
yang tidak ada hentinya ini menyebabkan pemerintah terlalu disibukkan
permasalahan korupsi sehingga pemerintahpun tidak memperhatikan
permasalahan bidang ekonomi, seperti konvergensi IFRS yang setiap waktu
dapat berubah.
Tanggung Jawab seorang akuntan di masa mendatang
memang dirasa cukup dilema karena dengan segala kemudahan-kemudahan yang
didapat, maka akan menguntungkan pihak kapitalisme yang semakin lama
semakin menguasai perekonomian dunia. Dengan adanya konvergensi IFRS
ini, para akuntan lebih fokus pada kepentingan perusahaan atau investor.
Dengan aturan-aturan yang terfokus pada investor dan perusahaan,
tanggung jawab seorang akuntan hanya sebatas kepada perusahaan dan
investor. Hingga saat ini pun, akuntan lebih memprioritaskan fee dari
pekerjaan akuntansi, dimana pemberi fee adalah pihak
manajemen/perusahaan atau investor itu sendiri. Sehingga bisa
dimungkinkan terjadinya subjektivitas terhadap perusahaan atau investor
dan akuntan bekerja tidak mengutamakan independensi tetapi mengutamakan
gaji/fee.
Tanggung jawab akuntan masih terbatas pada investor
atau perusahaan. Padahal seorang akuntan tidak hanya melayani jasa
pelaporan keuangan untuk investor atau perusahaan. Seorang akuntan
dituntut menjadi akuntan yang dapat memberikan tanggung jawab kepada
seluruh stakeholder dengan penuh keadilan dimana laporan keuangan yang
disusun oleh akuntan adalah relevan. Sehingga Akuntan-akuntan diharapkan
untuk memiliki tanggung jawab sosial yang baik agar dapat memenuhi
semua kepentingan stakeholder.
Perlu adanya pengkajian ulang
tentang tanggung jawab akuntan pada proses kovergensi IFRS, dimana
kepentingan-kepentingan para stakeholder perlu didiskusikan agar PSAK
yang baru tidak hanya terfokus pada kepentingan perusahaan/investor
saja. Ruang lingkup dalam PSAK perlu diperluas dimana PSAK baru dapat
mengandung tanggung jawab sosial akuntan. Tidak hanya tanggung jawab
sosial, masalah etika akuntan perlu dikaji kembali dan PSAK baru mampu
mengcover permasalahan-permasalahan tanggung jawab sosial. Pelaporan
keuangan diharapkan tidak hanya menampilkan angka-angka dan pengungkapan
dari angka-angka tersebut, akan tetapi mampu melaporkan seluruh aspek
perusahaan termasuk perlakuan terhadap para stakeholder. Apakah
perusahaan telah menyentuh semua stakeholder ataukah belum menjadi suatu
pertanggungjawaban perusahaan dan akuntan sebagai penyaji laporan
keuangan wajib melaporkan semua mengenai perusahaan.
Seperti yang
dikutip dari Majalah Akuntansi Indonesia edisi 17, sebelum dilakukan
harmonisasi/konvergensi bertahap, pendidikan akuntansi di Indonesia
telah mempunyai beberapa masalah dan salah satunya adalah kompetensi
akuntan-akuntan yang tidak berstandar Internasional. Ini menjadi kendala
yang masih belum terselesaikan hingga konvergensi IFRS dilaksanakan
bertahap. Secara pelaporan keuangan saja, pendidikan akuntansi di
Indonesia masih dikatakan lemah. Maka tidak menutup kemungkian
pendidikan akuntansi di indonesia masih terfokus pada permasalahan
pelaporan keuangan.
Hingga saat ini, pendidikan akuntansi di
Indonesia mengacu pada PSAK yang diadopsi dari FASB. Laporan yang
dihasilkan pun masih terfokus dengan angka-angka yang mewakili informasi
akuntansi sebuah perusahaan. Begitu juga setelah adanya konvergensi
IFRS, permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam forum DSAK adalah
mengenai masalah pelaporan keuangan saja. PSAK yang telah direvisi ini
pun juga masih terlarut dalam pelaporan keuangan. Sehingga seluruh
materi yang diberikan dalam kelas akuntansi terfokus pada pelaporan
keuangan. Sangat sulit untuk melangkah lebih luas lagi, dimana
diharapkan akuntan tidak hanya berada dalam ruang lingkup pelaporan
keuangan. Tetapi mempunyai tanggung jawab sosial dan etika yang baik
dalam menjalankan tugas sebagai akuntan.
Solusi untuk
menyelesaikan permasalahan pendidikan akuntansi adalah perlu adanya
pengkajian ulang mengenai masalah pendidikan dalam proses konvergensi
IFRS. Beberapa hal perlu dipertimbangkan agar pendidikan akuntansi di
Indonesia tidak hanya larut pada pelaporan keuangan, melainkan berbagai
aspek yang terkait dan dampak-dampak yang muncul setelah konvergensi
IFRS dilakukan, termasuk permasalahan pendidikan akuntansi yang terus
update dari waktu ke waktu.
Pendidikan akuntansi merupakan
masalah yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh para akuntan-akuntan
senior dan sekaligus Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Fenomena-fenomena
ekonomi dan permasalahan global lainnya menjadi bahan pertimbangan
utama dalam menentukan keputusan konvergensi IFRS. Padahal pendidikan
sangan berpengaruh pada kualitas akuntan di masa depan. Untuk merubah
pendidikan akuntansi di indonesia menjadi lebih baik, kita harus
mengkaji ulang konvergensi IFRS ke PSAK, apakah cocok untuk materi di
bangku perkuliahan atau tidak. Karena konvergensi IFRS ke PSAK ini
merupakan landasan dari semua aktivitas akuntansi, mulai dari materi
hingga praktek akuntansi di lapangan.
Selanjutnya dimana para
akademisi perlu mengadakan perubahan kurikulum, silabus dan literatur
agar akuntan-akuntan di indonesia dapat melakukan tugas sebagai seorang
akuntan dengan baik. Karena perubahan-perubahan fenomena akuntansi
berkembang dengan cepat dan kita sebagai akuntan juga harus mampu
mengikuti perubahan-perubahan yang akan terjadi dimana
perubahan-perubahan ini akan memberikan tantangan-tantangan baru bagi
para akuntan untuk menjadi akuntan yang mampu memberikan hal terbaik
bagi dunia akuntansi.
Tidak menutup kemungkinan pada 2012, PSAK
baru dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh (stakeholder,
pendidikan, sosial dan aspek-aspek lainnya) akan menjadi standar
akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan pendidikan
akuntansi Indonesia yang mampu memanusiakan manusia. Konvergensi IFRS
memang harus dikaji sedemikian rupa dengan segala pertimbangan atas
fenomena ekonomi dan aspek-aspek lainnya yang dapat berpengaruh serta
perlu adanya keikutsertaan para stakeholder yang juga mendapatkan dampak
dari konvergensi IFRS itu sendiri. Terutama stake holder eksternal,
seperti pemerintah, masyarakat dan sebagainya dimana sangat kurang
diperhatikan apresiasinya. Sehingga PSAK baru dapat berpihak pada semua
kalangan yang berhak atas informasi pelaporan keuangan.
Penginformasian
mengenai pentingnya konvergensi IFRS perlu dipublikasikan kepada
berbagai kalangan yang akan menerima dampak saat proses konvergensi dan
setelah konvergensi selesai. Indonesia belum siap menghadapi apdopsi
IFRS secara penuh pada tahun 2012 tanpa tindakan-tindakan yang cepat,
termasuk publikasi kepada semua kalangan. Penginformasian disertai
pengkajian IFRS terus menerus memang perlu dilakukan oleh para
akuntan-akuntan, agar Indonesia dapat berkompeten di kancah
internasional. Sehingga Indonesia mampu menjalankan roda perekonomian
dengan baik.