ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Dalam etika profesi, sebuah profesi memiliki
komitmen moral yang tinggi, yang biasanya dituangkan dalam bentuk aturan
yang khusus yang menjadi pegangan bagi setiap orang yang mengemban
profesi yang bersangkutan. Aturan ini sebagai aturan main dalam
menjalankan profesi tersebut yang biasa disebut sebagai kode etik yang
harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi.
Setiap profesi yang
memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang
merupakan prinsip-prinsip moral dan mengatur tentang perilaku
profesional. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap etika profesi
adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa
akuntansi.Sampai saat ini belum ada seorang auditor yang mendapatkan sanksi
pemberhentian praktek audit oleh dewan kehormatan dikarenakan melakukan
pelanggaran terhadap kode etik dan standar profesi akuntansi, namun
demikian bukan berarti seorang akuntan dapat bekerja seenaknya.
Akuntan
tidak independen bila selama periode audit dan periode penugasan
profesionalnya, baik akuntan, Kantor Akuntan Publik (KAP), maupun orang
dalam KAP memberikan jasa-jasa nonaudit.
Hal yang membedakan suatu
profesi akuntansi adalah penerimaan tanggung jawab untuk kepentingan
publik. Oleh karena itu tanggung jawab akuntan profesional bukan
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien atau pemberi kerja, tetapi
bertindak untuk kepentingan publik yang ahrus menaati dan menerapkan
aturan etika dari kode etik.
Oleh karena itu seorang akuntan
profesional harus mematuhi prinsip-prinsip fundamental etika akuntan
atau kode etik akuntan yang meliputi delapan butir pernyataan (IAI,
1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan tersebut
merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan, yaitu :
1. Tanggung jawab profesi
Bahwa
akuntan di dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional
harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan
sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara
kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan publik
Akuntan
sebagai anggota IAI berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepentingan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu
profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi
kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya
bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara
berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan
tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik
didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan
tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi
kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa
jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan
persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi
tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati
kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya,
anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk
mencapai profesionalisme yang tinggi.
3. Integritas
Akuntan
sebagai seorang profesional, dalam memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
tersebut dengan menjaga integritasnya setinggi mungkin. Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan
publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji
keputusan yang diambilnya.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk,
antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat
menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektifitas
Dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya, setiap akuntan sebagai anggota IAI
harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan kepentingan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Obyektivitasnya
adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak
memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta
bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus
menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam
praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi
manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang
bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas
keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam
profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi
integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional
Akuntan
dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh
kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban
untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir. Hal
ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi
kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi
kepada publik. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman.
Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau
pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota
atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan
klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung
jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah
pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk
bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Akuntan
harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban
profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kepentingan umum dan
profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan
kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat
dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau
perlu diungkapkan. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati
kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh
melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi
jasa berakhir
7. Perilaku profesional
Akuntan sebagai seorang
profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesinya. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan
tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain,
staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar teknis
Akuntan
dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut
sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Standar teknis dan
standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang
relevan.
Jumat, 30 November 2012
TUJUAN CSR
Program CSR sudah mulai bermunculan di
Indonesia seiring telah disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, adapun isi Undang-Undang tersebut yang berkaitan
dengan CSR, yaitu:
Pada pasal 74 di Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, berbunyi:
1) Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2) Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan
yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
3) Perseroan yang tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan pada pasal 25 (b) Undang –
Undang Penanaman Modal menyatakan kepada setiap penanam modal wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Dari kedua pasal diatas dapat kita lihat
bagaimana pemerintah Indonesia berusaha untuk mengatur kewajiban
pelaksanaan CSR oleh perusahaan atau penanam modal
Perusahaan tidak hanya
mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada
pemegang saham atau shareholder) tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap
pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya
melebihi kewajiban-kewajiban di atas.
Pemikiran yang mendasari CSR
(corporate social responsibility) yang sering dianggap inti dari Etika
Bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban
ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder)
tapi juga kewajiban-kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang
berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi
kewajiban-kewajiban di atas. Beberapa hal yang termasuk dalam CSR ini
antara lain adalah tatalaksana perusahaan (corporate governance) yang
sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran perusahaan akan
lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan
perusahan-masyarakat, investasi sosial perusahaan (corporate
philantrophy).
Ada berbagai penafsiran tentang
CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu perusahaan, namun yang
paling banyak diterima saat ini adalah pendapat bahwa yang disebut CSR
adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal-hal yang
diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public relations.
Survei : 60% Opini Masyarakat terhadap Perusahaan Dipengaruhi CSR
Hasil Survey “The Millenium
Poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics International
(Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business
Leader Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan
bahwa dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa
etika bisnis, praktek terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan,
tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan, sedangkan
bagi 40% citra perusahaan & brand image yang akan paling
mempengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas
faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor finansial, ukuran
perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen
terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin
“menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang
bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan
perusahaan tersebut.
KECURANGAN DALAM MELAKUKAN AUDITOR
Auditor bertanggungjawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna
mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah
saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan.
Kata kuncinya adalah keyakinan memadai. Tingkat keyakinan ini jelas subjektif sifatnya namun apakah yang dimaksud dengan Fraud itu pada tingkat minimal tertentu haruslah merupakan kesepakatan bersama. Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang Fraud.
Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Secara sederhana dua segitiga berikut ini dapat bercerita banyak tentang hubungan – hubungan yang mendorong terjadinya fraud
Karakteristik Kecurangan
Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
1. Oleh pihak perusahaan, yaitu :
a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting).
b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).
2. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa : Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
Kata kuncinya adalah keyakinan memadai. Tingkat keyakinan ini jelas subjektif sifatnya namun apakah yang dimaksud dengan Fraud itu pada tingkat minimal tertentu haruslah merupakan kesepakatan bersama. Berikut ini adalah sedikit gambaran tentang Fraud.
Fraud (kecurangan) merupakan penipuan yang disengaja dilakukan yang menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan umumnya terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan atau dorongan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dan adanya pembenaran (diterima secara umum) terhadap tindakan tersebut.
Secara sederhana dua segitiga berikut ini dapat bercerita banyak tentang hubungan – hubungan yang mendorong terjadinya fraud
Karakteristik Kecurangan
Dilihat dari pelaku fraud maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi dua jenis :
1. Oleh pihak perusahaan, yaitu :
a. Manajemen untuk kepentingan perusahaan, yaitu salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting).
b. Pegawai untuk keuntungan individu, yaitu salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva (misstatements arising from misappropriation of assets).
2. Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan
Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa : Manipulasi, pemalsuan, atau pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan.
IFRS 2
Dewasa ini dunia bisnis dituntut untuk mempersiapkan diri dalam
mengadopsi IFRS yang akan diterapkan pada tahun 2012. IAS dan IFRS
merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang merupakan produk
IASC dan IASB. IFRS adalah produk IASB versi baru sedangkan IAS adalah
produk IASC versi lama.
Manfaat dari penerapan IFRS secara umum diantaranya adalah :
• Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance
comparability).
• Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
• Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui
pasar modal secara global.
• Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
• Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan cara, mengurangi
kesempatan untuk melakukan earning management.
Dampak penerapan IFRS di Indonesia dalam bisnis
Berbagai dampak dapat terjadi dengan adanya penerapan IFRS ini, sehingga
IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis.
Berikut ini adalah berbagai dampak dalam penerapan IFRS :
• Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan
keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
• Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak
menggunakan nilai wajar.
• Kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila
harga-harga fluktuatif.
• Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance
sheet approach dan fair value
• Principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan
keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment
ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
• Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.
Fleksibilitas dalam standar IFRS yang bersifat principles-based akan
berdampak pada tipe dan jumlah skill professional yang seharusnya
dimiliki oleh akuntan dan auditor. Pengadopsian IFRS mensyaratkan
akuntan maupun auditor untuk memiliki pemahaman mengenai kerangka
konseptual informasi keuangan agar dapat mengaplikasikan secara tepat
dalam pembuatan keputusan. Pengadopsian IFRS mensyaratkan akuntan
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kejadian maupun transaksi
bisnis dan ekonomi perusahaan secara fundamental sebelum membuat
judgment. Selain keahlian teknis, akuntan juga perlu memahami implikasi
etis dan legal dalam implementasi standar (Carmona & Trombetta,
2008). Pengadopsian IFRS juga menciptakan pasar yang luas bagi jasa
audit. Berbagai estimasi yang dibuat oleh manajemen perlu dinilai
kelayakannya oleh auditor sehingga auditor juga dituntut memiliki
kemampuan menginterpretasi tujuan dari suatu standar. AAA Financial
Accounting Standard Committee (2003) bahkan meyakini kemungkinan
meningkatnya konflik antara auditor dan klien.
Dampak positive penerapan IFRS di Indonesia
Meskipun masih muncul pro dan kontra, sesungguhnya penerapan IFRS ini
akan berdampak positif. Bagi para emiten di Bursa Efek Jakarta (BEI),
dengan menggunakan standar pelaporan internasional itu, para stakeholder
akan lebih mudah untuk mengambil keputusan.
• Pertama, laporan keuangan Perusahaan akan semakin mudah dipahami
lantaran mengungkapkan detail informasi secara jelas dan transparan.
• Kedua, dengan adanya transparansi tingkat akuntabilitas dan
kepercayaan kepada manajemen akan meningkat.
• Ketiga, laporan keuangan yang disampaikan perusahaan mencerminkan
nilai wajarnya.
Di tengah interaksi pelaku ekonomi global yang nyaris tanpa batas,
penerapan IFRS juga akan memperbanyak peluang kepada para emiten untuk
menarik investor global. Dengan standar akuntansi yang sama, investor
asing tentunya akan lebih mudah untuk membandingkan perusahaan di
Indonesia dengan perusahaan sejenis di belahan dunia lain.
Dampak negatif penerapan IFRS di Indonesia
Seperti yang diketahui perekonomian Indonesia adalah berasaskan
kekeluargaan. Akan
tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia akan mengarah pada
Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi kebudayaan negara barat (negara
capital) dapat mempengaruhi seluruh pola hidup dan pola pikir masyarakat
Indonesia dari kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi.
Padahal dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “ Perekonomian
disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Disini
secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai
pondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal 33 ayat 2 yang
berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan
dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di
pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,”
Akan tetapi dengan kemunculan IFRS tersebut dapat menyebabkan publik
menginginkan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi.
Terutama keterbukaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal
tersebut tentu berseberangan dengan UUD 1945 pasal 33. Terlebih lagi
dengan adanya Undang-Undang Penanaman modal di tahun 2007 lalu maka
semakin terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk mengalihkan tanggung
jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis).
Hubungannya dengan IFRS adalah, keseragaman global menjadikan masyarakat
mudah berburuk sangka bahwa pemegang kebijakan akuntansi di Indonesia
adalah kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang
terlihat jelas di Undang-Undang Dasar. Sehingga pada akhirnya akan
memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan sistem
kapitalisme dan memudahkan investor asing untuk mengeruk kekayaan di
Indonesia.
Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis
industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan
juga pilihan kebijakan akuntansi. Adanya perubahan besar sampai harus
melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga
perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan
perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Tetapi
di balik semua perubahan dan dampak yang mungkin terjadi, tidak dapat
dipungkiri dengan adanya IFRS maka dapat memajukan perekonomian global
di Indonesia sehingga mampu bersaing dengan dunia luar.
Serta dengan adanya IFRS, PSAK akan bersifat principle-based dan
memerlukan professional judgment dari auditor, sehingga auditor juga
dituntut untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan integritasnya
IFRS 1
Pengertian IFRS
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan.
Konvergensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB.
Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)
Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.
IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Tanggungjawab Sosial Akuntan
Akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan perluasan pertanggungjawaban organisasi (perusahaan) diluar batas-batas akuntansi keuangan tradisional (konvensional), yaitu menyediakan laporan keuangan yang tidak hanya diperuntukkan kepada pemilik modal khususnya pemegang saham saja. Perluasan ini didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas dan tidak sekedar mencari uang untuk para pemegang saham saja, namun juga bertanggung jawab kepada seluruh stakeholders. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pun telah mengakomodasi tentang akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 paragraph ke-9 : ”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Hingga saat ini pendidikan akuntansi di Indonesia berkiblat pada praktek-praktek akuntansi negara Amerika. Acuan yang digunakan adalah standar FASB dimana standar tersebut merupakan standar yang digunakan di Amerika. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) pun juga merupakan adopsi dari FASB yang mana FASB diambil dari fenomena-fenomena akuntansi di Amerika. Selain itu, buku-buku yang dipakai dalam bangku kuliah di Indonesia adalah buku terbitan dari negara Amerika.
Hubungan IFRS, Tanggungjawab Sosial Akuntan dan Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Isu IFRS telah lama mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di dunia. Tidak hanya aspek ekonomi, sejak direncanakan perubahan PSAK dan dilakukan konvergensi PSAK ke IRFS, berbagai aspek ekonomi, sosial dan politik mengalami perubahan yang semakin kompleks. Penyusunan standar keuangan baru dipengaruhi berbagai unsur politik, sosial, ekonomi, dsb yang saling terkait satu sama lain dan tentunya juga berpengaruh pada fenomena yang akan terjadi setelah standar-standar keuangan tersebut diaplikasikan pada praktek akuntansi.
Dalam aspek ekonomi, standar Akuntansi yang disusun oleh para akuntan cenderung mengarah pada dunia bisnis atau perekonomian dunia. Begitu juga IFRS yang disusun oleh IASB masih terfokus pada dunia bisnis dan perekonomian dunia. Bagaimana tidak, pada IFRS Chapter 2, mengenai presentation of financial statements, dijelaskan bahwa setiap investor membutuhkan informasi entitas yang dapat membantu investor dan pengguna-pengguna laporan keuangan lainnya dalam membuat keputusan ekonomi. Artinya dalam penyajian laporan keuangan hanya ditujukan untuk keputusan ekonomi dan mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi tanpa melihat aspek-aspek lainnya yang akan dipengaruhi oleh IFRS itu sendiri. Dengan kata lain, IFRS disusun dan diadopsi lebih tertuju pada para investor atau pemegang saham. Karena selain manajer perusahaan yang mengambil keputusan ekonomi, pemegang saham merupakan salah satu stakeholder yang paling membutuhkan data informasi keuangan yang relevan dengan keadaan ekonomi yang setiap saat mengalami perubahan.
Konvergensi IFRS yang terjadi di Indonesia pun juga demikian. Hingga saat ini, harmonisasi yang dilakukan oleh DSAK tentunya mengadopsi IFRS yang tertuju pada para pemegang saham. Para pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada stakeholder-stakeholder lainnya. Karena salah satu tujuan dari IFRS disusun dan diadopsi adalah untuk melindungi para pemegang saham dari informasi pelaporan keuangan yang terdistorsi atau kurang relevan. Dengan informasi yang relevan dan wajar, maka para pemegang saham dapat dipastikan mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam kondisi ekonomi tertentu. Karena informasi yang relevan dengan keadaan pasar atau dengan keadaan ekonomi masa kini tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi investor, dimana investor/pemegang saham dapat memperbesar kapitalisme di negara Indonesia. Bahkan sebelum adanya konvergensi IFRS, PSAK cenderung terfokus pada entitas dan pemegang saham, sebagai contoh PSAK 50 dan 55 yang mengatur mengenai efek dan derivatif, dimana efek dan derivatif merupakan alat bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Setelah adanya konvergensipun juga demikian, dimana konvergensi PSAK 50 dan 55 yang telah direvisi pada tahun 2006 tersebut belum memberikan suatu perubahan arah fokus selain kepada para investor.
IFRS yang diadopsi ke PSAK ini juga mengarah pada kepentingan manajemen. Beberapa aturan yang terdapat dalam PSAK mengatur segala operasi perusahaan secara detail. Sebagai contoh, kapitalisasi beban untuk perusahaan pertambangan pada ED PSAK nomor 33, dimana dijelaskan bahwa perusahaan dapat mengkapitalisasi biaya eksplorasi tanpa ada perkecualian. Sehingga memudahkan bagi perusahaan untuk menyusun laporan keuangan dan mengklasifikasikan biaya dalam akun-akun. Selain itu, hal ini juga menguntungkan bagi perusahaan dalam mengakapitalisasi, dimana dengan kapitalisasi ini perusahaan mempunyai Aset yang lebih besar dalam laporan keuangan.
Dengan konvergensi IFRS, perusahaan-perusahaan melakukan pelaporan keuangan akan lebih mudah, lebih hemat biaya dan terjadi sedikit penyesuaian laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu tujuan konvergensi IFRS, dimana lebih memudahkan perusahaan dalam melakukan pelaporan keuangan. Sehingga fokus penyusunan IFRS, maupun konvergensi pada PSAK pun juga terfokus pada kepentingan manajemen atau perusahaan itu sendiri.
Pengadopsian IFRS yang dilakukan DSAK ini juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Penyusunan PSAK baru didominasi oleh para akuntan yang memiliki sudut pandang bisnis dan perekonomian. Permasalahan politik yang terjadi hingga saat ini sangat kurang diperhatikan dan pemerintah hanya mendapatkan informasi mengenai laporan keuangan saja tanpa memperhatikan unsur politik. Unsur politik adalah yang paling utama dalam pemerintahan Indonesia. Seperti yang dilansir dalam Majalah Akuntansi Indonesia, hingga saat ini proporsi orang politik lebih besar daripada para profesional yang menekuni bidangnya. Sehingga dapat dipastikan profesional dalam bidang akuntansi dan keuangan sangat kurang. Berdasarkan survei yang dilakukan redaksi Akuntansi Indonesia, Dari 155 kuisioner yang dibagikan pada pemerintah, 54 persen dari kuisioner merupakan orang-orang yang mengaku tidak paham mengenai bidang akutansi, dan sisanya adalah yang paham mengenai bidang akuntansi. Hal ini menandakan kurangnya perhatian pemerintah dalam bidang akuntansi dan masih banyak oknum pemerintah yang belum paham mengenai akuntansi. Sehingga dapat muncul sikap yang apatis mengenai penyusunan standar akuntansi keuangan. Belum lagi dengan kejadian korupsi di kubu pemerintahan yang hingga saat ini makin marak. Korupsi yang tidak ada hentinya ini menyebabkan pemerintah terlalu disibukkan permasalahan korupsi sehingga pemerintahpun tidak memperhatikan permasalahan bidang ekonomi, seperti konvergensi IFRS yang setiap waktu dapat berubah.
Tanggung Jawab seorang akuntan di masa mendatang memang dirasa cukup dilema karena dengan segala kemudahan-kemudahan yang didapat, maka akan menguntungkan pihak kapitalisme yang semakin lama semakin menguasai perekonomian dunia. Dengan adanya konvergensi IFRS ini, para akuntan lebih fokus pada kepentingan perusahaan atau investor. Dengan aturan-aturan yang terfokus pada investor dan perusahaan, tanggung jawab seorang akuntan hanya sebatas kepada perusahaan dan investor. Hingga saat ini pun, akuntan lebih memprioritaskan fee dari pekerjaan akuntansi, dimana pemberi fee adalah pihak manajemen/perusahaan atau investor itu sendiri. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya subjektivitas terhadap perusahaan atau investor dan akuntan bekerja tidak mengutamakan independensi tetapi mengutamakan gaji/fee.
Tanggung jawab akuntan masih terbatas pada investor atau perusahaan. Padahal seorang akuntan tidak hanya melayani jasa pelaporan keuangan untuk investor atau perusahaan. Seorang akuntan dituntut menjadi akuntan yang dapat memberikan tanggung jawab kepada seluruh stakeholder dengan penuh keadilan dimana laporan keuangan yang disusun oleh akuntan adalah relevan. Sehingga Akuntan-akuntan diharapkan untuk memiliki tanggung jawab sosial yang baik agar dapat memenuhi semua kepentingan stakeholder.
Perlu adanya pengkajian ulang tentang tanggung jawab akuntan pada proses kovergensi IFRS, dimana kepentingan-kepentingan para stakeholder perlu didiskusikan agar PSAK yang baru tidak hanya terfokus pada kepentingan perusahaan/investor saja. Ruang lingkup dalam PSAK perlu diperluas dimana PSAK baru dapat mengandung tanggung jawab sosial akuntan. Tidak hanya tanggung jawab sosial, masalah etika akuntan perlu dikaji kembali dan PSAK baru mampu mengcover permasalahan-permasalahan tanggung jawab sosial. Pelaporan keuangan diharapkan tidak hanya menampilkan angka-angka dan pengungkapan dari angka-angka tersebut, akan tetapi mampu melaporkan seluruh aspek perusahaan termasuk perlakuan terhadap para stakeholder. Apakah perusahaan telah menyentuh semua stakeholder ataukah belum menjadi suatu pertanggungjawaban perusahaan dan akuntan sebagai penyaji laporan keuangan wajib melaporkan semua mengenai perusahaan.
Seperti yang dikutip dari Majalah Akuntansi Indonesia edisi 17, sebelum dilakukan harmonisasi/konvergensi bertahap, pendidikan akuntansi di Indonesia telah mempunyai beberapa masalah dan salah satunya adalah kompetensi akuntan-akuntan yang tidak berstandar Internasional. Ini menjadi kendala yang masih belum terselesaikan hingga konvergensi IFRS dilaksanakan bertahap. Secara pelaporan keuangan saja, pendidikan akuntansi di Indonesia masih dikatakan lemah. Maka tidak menutup kemungkian pendidikan akuntansi di indonesia masih terfokus pada permasalahan pelaporan keuangan.
Hingga saat ini, pendidikan akuntansi di Indonesia mengacu pada PSAK yang diadopsi dari FASB. Laporan yang dihasilkan pun masih terfokus dengan angka-angka yang mewakili informasi akuntansi sebuah perusahaan. Begitu juga setelah adanya konvergensi IFRS, permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam forum DSAK adalah mengenai masalah pelaporan keuangan saja. PSAK yang telah direvisi ini pun juga masih terlarut dalam pelaporan keuangan. Sehingga seluruh materi yang diberikan dalam kelas akuntansi terfokus pada pelaporan keuangan. Sangat sulit untuk melangkah lebih luas lagi, dimana diharapkan akuntan tidak hanya berada dalam ruang lingkup pelaporan keuangan. Tetapi mempunyai tanggung jawab sosial dan etika yang baik dalam menjalankan tugas sebagai akuntan.
Solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan akuntansi adalah perlu adanya pengkajian ulang mengenai masalah pendidikan dalam proses konvergensi IFRS. Beberapa hal perlu dipertimbangkan agar pendidikan akuntansi di Indonesia tidak hanya larut pada pelaporan keuangan, melainkan berbagai aspek yang terkait dan dampak-dampak yang muncul setelah konvergensi IFRS dilakukan, termasuk permasalahan pendidikan akuntansi yang terus update dari waktu ke waktu.
Pendidikan akuntansi merupakan masalah yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh para akuntan-akuntan senior dan sekaligus Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Fenomena-fenomena ekonomi dan permasalahan global lainnya menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan keputusan konvergensi IFRS. Padahal pendidikan sangan berpengaruh pada kualitas akuntan di masa depan. Untuk merubah pendidikan akuntansi di indonesia menjadi lebih baik, kita harus mengkaji ulang konvergensi IFRS ke PSAK, apakah cocok untuk materi di bangku perkuliahan atau tidak. Karena konvergensi IFRS ke PSAK ini merupakan landasan dari semua aktivitas akuntansi, mulai dari materi hingga praktek akuntansi di lapangan.
Selanjutnya dimana para akademisi perlu mengadakan perubahan kurikulum, silabus dan literatur agar akuntan-akuntan di indonesia dapat melakukan tugas sebagai seorang akuntan dengan baik. Karena perubahan-perubahan fenomena akuntansi berkembang dengan cepat dan kita sebagai akuntan juga harus mampu mengikuti perubahan-perubahan yang akan terjadi dimana perubahan-perubahan ini akan memberikan tantangan-tantangan baru bagi para akuntan untuk menjadi akuntan yang mampu memberikan hal terbaik bagi dunia akuntansi.
Tidak menutup kemungkinan pada 2012, PSAK baru dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh (stakeholder, pendidikan, sosial dan aspek-aspek lainnya) akan menjadi standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan pendidikan akuntansi Indonesia yang mampu memanusiakan manusia. Konvergensi IFRS memang harus dikaji sedemikian rupa dengan segala pertimbangan atas fenomena ekonomi dan aspek-aspek lainnya yang dapat berpengaruh serta perlu adanya keikutsertaan para stakeholder yang juga mendapatkan dampak dari konvergensi IFRS itu sendiri. Terutama stake holder eksternal, seperti pemerintah, masyarakat dan sebagainya dimana sangat kurang diperhatikan apresiasinya. Sehingga PSAK baru dapat berpihak pada semua kalangan yang berhak atas informasi pelaporan keuangan.
Penginformasian mengenai pentingnya konvergensi IFRS perlu dipublikasikan kepada berbagai kalangan yang akan menerima dampak saat proses konvergensi dan setelah konvergensi selesai. Indonesia belum siap menghadapi apdopsi IFRS secara penuh pada tahun 2012 tanpa tindakan-tindakan yang cepat, termasuk publikasi kepada semua kalangan. Penginformasian disertai pengkajian IFRS terus menerus memang perlu dilakukan oleh para akuntan-akuntan, agar Indonesia dapat berkompeten di kancah internasional. Sehingga Indonesia mampu menjalankan roda perekonomian dengan baik.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Natawidnyana(2008), menyatakan bahwa Sebagian besar standar yang menjadi bagian dari IFRS sebelumnya merupakan International Accounting Standards (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 sampai dengan 2001 oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Pada bulan April 2001, IASB mengadospsi seluruh IAS dan melanjutkan pengembangan standar yang dilakukan.
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. Yang pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya. Yang kedua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca). Hal ketiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. Yang terakhir adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan.
Konvergensi ke IFRS di Indonesia
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK merencanakan tahun 2012 akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS.
Dari data-data di atas kebutuhan Indonesia untuk turut serta melakukan program konverjensi tampaknya sudah menjadi keharusan jika kita tidak ingin tertinggal. Sehingga, dalam perkembangan penyusunan standar akuntansi di Indonesia oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tidak dapat terlepas dari perkembangan penyusunan standar akuntansi internasional yang dilakukan oleh International Accounting Standards Board (IASB). Standar akuntansi keuangan nasional saat ini sedang dalam proses secara bertahap menuju konverjensi secara penuh dengan International Financial Reporting Standards yang dikeluarkan oleh IASB.
Dan untuk hal-hal yang tidak diatur standar akuntansi internasional, DSAK akan terus mengembangkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan nyata di Indonesia, terutama standar akuntansi keuangan untuk transaksi syariah, dengan semakin berkembangnya usaha berbasis syariah di tanah air. Landasan konseptual untuk akuntansi transaksi syariah telah disusun oleh DSAK dalam bentuk Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Hal ini diperlukan karena transaksi syariah mempunyai karakteristik yang berbeda dengan transaksi usaha umumnya sehingga ada beberapa prinsip akuntansi umum yang tidak dapat diterapkan dan diperlukan suatu penambahan prinsip akuntansi yang dapat dijadikan landasan konseptual. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk transaksi syariah akan dimulai dari nomor 101 sampai dengan 200. (SY)
Indonesia harus mengadopsi standar akuntansi internasional (International Accounting Standard/IAS) untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal.
Membahas tentang IAS saat ini lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities Commissions)
Iqbal, Melcher dan Elmallah (1997:18) mendefinisikan akuntansi internasional sebagai akuntansi untuk transaksi antar negara, pembandingan prinsip-prinsip akuntansi di negara-negara yang berlainan dan harmonisasi standar akuntansi di seluruh dunia. Suatu perusahaan mulai terlibat dengan akuntansi internasional adalah pada saat mendapatkan kesempatan melakukan transaksi ekspor atau impor. Standard akuntansi internasional (IAS) adalah standard yang dapat digunakan perusahaan multinasional yang dapat menjembatani perbedaan-perbedaan antar Negara, dalam perdagangan multinasional.
IASC didirikan pada tahun 1973 dan beranggotakan anggota organisasi profesi akuntan dari sepuluh negara. Di tahun 1999, keanggotaan IASC terdiri dari 134 organisasi profesi akuntan dari 104 negara, termasuk Indonesia. Tujuan IASC adalah (1) merumuskan dan menerbitkan standar akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan dan mempromosikannya untuk bisa diterima secara luas di seluruh dunia, serta (2) bekerja untuk pengembangan dan harmonisasi standar dan prosedur akuntansi sehubungan dengan pelaporan keuangan.
IASC memiliki kelompok konsultatif yang disebut IASC Consultative Group yang terdiri dari pihak-pihak yang mewakili para pengguna laporan keuangan, pembuat laporan keuangan, lembaga-lembaga pembuat standar, dan pengamat dari organisasi antar-pemerintah. Kelompok ini bertemu secara teratur untuk membicarakan kebijakan, prinsip dan hal-hal yang berkaitan dengan peranan IASC.
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
Tujuan IFRS adalah :memastikan bahwa laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang :
1. transparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
2. menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS
3. dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
Tanggungjawab Sosial Akuntan
Akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan perluasan pertanggungjawaban organisasi (perusahaan) diluar batas-batas akuntansi keuangan tradisional (konvensional), yaitu menyediakan laporan keuangan yang tidak hanya diperuntukkan kepada pemilik modal khususnya pemegang saham saja. Perluasan ini didasarkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas dan tidak sekedar mencari uang untuk para pemegang saham saja, namun juga bertanggung jawab kepada seluruh stakeholders. Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia pun telah mengakomodasi tentang akuntansi pertanggungjawaban sosial, yaitu dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 1 paragraph ke-9 : ”Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting”.
Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Hingga saat ini pendidikan akuntansi di Indonesia berkiblat pada praktek-praktek akuntansi negara Amerika. Acuan yang digunakan adalah standar FASB dimana standar tersebut merupakan standar yang digunakan di Amerika. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) pun juga merupakan adopsi dari FASB yang mana FASB diambil dari fenomena-fenomena akuntansi di Amerika. Selain itu, buku-buku yang dipakai dalam bangku kuliah di Indonesia adalah buku terbitan dari negara Amerika.
Hubungan IFRS, Tanggungjawab Sosial Akuntan dan Model Pendidikan Akuntansi di Indonesia
Isu IFRS telah lama mempengaruhi berbagai aspek ekonomi di dunia. Tidak hanya aspek ekonomi, sejak direncanakan perubahan PSAK dan dilakukan konvergensi PSAK ke IRFS, berbagai aspek ekonomi, sosial dan politik mengalami perubahan yang semakin kompleks. Penyusunan standar keuangan baru dipengaruhi berbagai unsur politik, sosial, ekonomi, dsb yang saling terkait satu sama lain dan tentunya juga berpengaruh pada fenomena yang akan terjadi setelah standar-standar keuangan tersebut diaplikasikan pada praktek akuntansi.
Dalam aspek ekonomi, standar Akuntansi yang disusun oleh para akuntan cenderung mengarah pada dunia bisnis atau perekonomian dunia. Begitu juga IFRS yang disusun oleh IASB masih terfokus pada dunia bisnis dan perekonomian dunia. Bagaimana tidak, pada IFRS Chapter 2, mengenai presentation of financial statements, dijelaskan bahwa setiap investor membutuhkan informasi entitas yang dapat membantu investor dan pengguna-pengguna laporan keuangan lainnya dalam membuat keputusan ekonomi. Artinya dalam penyajian laporan keuangan hanya ditujukan untuk keputusan ekonomi dan mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi tanpa melihat aspek-aspek lainnya yang akan dipengaruhi oleh IFRS itu sendiri. Dengan kata lain, IFRS disusun dan diadopsi lebih tertuju pada para investor atau pemegang saham. Karena selain manajer perusahaan yang mengambil keputusan ekonomi, pemegang saham merupakan salah satu stakeholder yang paling membutuhkan data informasi keuangan yang relevan dengan keadaan ekonomi yang setiap saat mengalami perubahan.
Konvergensi IFRS yang terjadi di Indonesia pun juga demikian. Hingga saat ini, harmonisasi yang dilakukan oleh DSAK tentunya mengadopsi IFRS yang tertuju pada para pemegang saham. Para pemegang saham akan lebih diuntungkan daripada stakeholder-stakeholder lainnya. Karena salah satu tujuan dari IFRS disusun dan diadopsi adalah untuk melindungi para pemegang saham dari informasi pelaporan keuangan yang terdistorsi atau kurang relevan. Dengan informasi yang relevan dan wajar, maka para pemegang saham dapat dipastikan mampu mengambil keputusan dengan tepat dalam kondisi ekonomi tertentu. Karena informasi yang relevan dengan keadaan pasar atau dengan keadaan ekonomi masa kini tentunya akan memberikan keuntungan besar bagi investor, dimana investor/pemegang saham dapat memperbesar kapitalisme di negara Indonesia. Bahkan sebelum adanya konvergensi IFRS, PSAK cenderung terfokus pada entitas dan pemegang saham, sebagai contoh PSAK 50 dan 55 yang mengatur mengenai efek dan derivatif, dimana efek dan derivatif merupakan alat bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Setelah adanya konvergensipun juga demikian, dimana konvergensi PSAK 50 dan 55 yang telah direvisi pada tahun 2006 tersebut belum memberikan suatu perubahan arah fokus selain kepada para investor.
IFRS yang diadopsi ke PSAK ini juga mengarah pada kepentingan manajemen. Beberapa aturan yang terdapat dalam PSAK mengatur segala operasi perusahaan secara detail. Sebagai contoh, kapitalisasi beban untuk perusahaan pertambangan pada ED PSAK nomor 33, dimana dijelaskan bahwa perusahaan dapat mengkapitalisasi biaya eksplorasi tanpa ada perkecualian. Sehingga memudahkan bagi perusahaan untuk menyusun laporan keuangan dan mengklasifikasikan biaya dalam akun-akun. Selain itu, hal ini juga menguntungkan bagi perusahaan dalam mengakapitalisasi, dimana dengan kapitalisasi ini perusahaan mempunyai Aset yang lebih besar dalam laporan keuangan.
Dengan konvergensi IFRS, perusahaan-perusahaan melakukan pelaporan keuangan akan lebih mudah, lebih hemat biaya dan terjadi sedikit penyesuaian laporan keuangan. Hal ini merupakan salah satu tujuan konvergensi IFRS, dimana lebih memudahkan perusahaan dalam melakukan pelaporan keuangan. Sehingga fokus penyusunan IFRS, maupun konvergensi pada PSAK pun juga terfokus pada kepentingan manajemen atau perusahaan itu sendiri.
Pengadopsian IFRS yang dilakukan DSAK ini juga kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Penyusunan PSAK baru didominasi oleh para akuntan yang memiliki sudut pandang bisnis dan perekonomian. Permasalahan politik yang terjadi hingga saat ini sangat kurang diperhatikan dan pemerintah hanya mendapatkan informasi mengenai laporan keuangan saja tanpa memperhatikan unsur politik. Unsur politik adalah yang paling utama dalam pemerintahan Indonesia. Seperti yang dilansir dalam Majalah Akuntansi Indonesia, hingga saat ini proporsi orang politik lebih besar daripada para profesional yang menekuni bidangnya. Sehingga dapat dipastikan profesional dalam bidang akuntansi dan keuangan sangat kurang. Berdasarkan survei yang dilakukan redaksi Akuntansi Indonesia, Dari 155 kuisioner yang dibagikan pada pemerintah, 54 persen dari kuisioner merupakan orang-orang yang mengaku tidak paham mengenai bidang akutansi, dan sisanya adalah yang paham mengenai bidang akuntansi. Hal ini menandakan kurangnya perhatian pemerintah dalam bidang akuntansi dan masih banyak oknum pemerintah yang belum paham mengenai akuntansi. Sehingga dapat muncul sikap yang apatis mengenai penyusunan standar akuntansi keuangan. Belum lagi dengan kejadian korupsi di kubu pemerintahan yang hingga saat ini makin marak. Korupsi yang tidak ada hentinya ini menyebabkan pemerintah terlalu disibukkan permasalahan korupsi sehingga pemerintahpun tidak memperhatikan permasalahan bidang ekonomi, seperti konvergensi IFRS yang setiap waktu dapat berubah.
Tanggung Jawab seorang akuntan di masa mendatang memang dirasa cukup dilema karena dengan segala kemudahan-kemudahan yang didapat, maka akan menguntungkan pihak kapitalisme yang semakin lama semakin menguasai perekonomian dunia. Dengan adanya konvergensi IFRS ini, para akuntan lebih fokus pada kepentingan perusahaan atau investor. Dengan aturan-aturan yang terfokus pada investor dan perusahaan, tanggung jawab seorang akuntan hanya sebatas kepada perusahaan dan investor. Hingga saat ini pun, akuntan lebih memprioritaskan fee dari pekerjaan akuntansi, dimana pemberi fee adalah pihak manajemen/perusahaan atau investor itu sendiri. Sehingga bisa dimungkinkan terjadinya subjektivitas terhadap perusahaan atau investor dan akuntan bekerja tidak mengutamakan independensi tetapi mengutamakan gaji/fee.
Tanggung jawab akuntan masih terbatas pada investor atau perusahaan. Padahal seorang akuntan tidak hanya melayani jasa pelaporan keuangan untuk investor atau perusahaan. Seorang akuntan dituntut menjadi akuntan yang dapat memberikan tanggung jawab kepada seluruh stakeholder dengan penuh keadilan dimana laporan keuangan yang disusun oleh akuntan adalah relevan. Sehingga Akuntan-akuntan diharapkan untuk memiliki tanggung jawab sosial yang baik agar dapat memenuhi semua kepentingan stakeholder.
Perlu adanya pengkajian ulang tentang tanggung jawab akuntan pada proses kovergensi IFRS, dimana kepentingan-kepentingan para stakeholder perlu didiskusikan agar PSAK yang baru tidak hanya terfokus pada kepentingan perusahaan/investor saja. Ruang lingkup dalam PSAK perlu diperluas dimana PSAK baru dapat mengandung tanggung jawab sosial akuntan. Tidak hanya tanggung jawab sosial, masalah etika akuntan perlu dikaji kembali dan PSAK baru mampu mengcover permasalahan-permasalahan tanggung jawab sosial. Pelaporan keuangan diharapkan tidak hanya menampilkan angka-angka dan pengungkapan dari angka-angka tersebut, akan tetapi mampu melaporkan seluruh aspek perusahaan termasuk perlakuan terhadap para stakeholder. Apakah perusahaan telah menyentuh semua stakeholder ataukah belum menjadi suatu pertanggungjawaban perusahaan dan akuntan sebagai penyaji laporan keuangan wajib melaporkan semua mengenai perusahaan.
Seperti yang dikutip dari Majalah Akuntansi Indonesia edisi 17, sebelum dilakukan harmonisasi/konvergensi bertahap, pendidikan akuntansi di Indonesia telah mempunyai beberapa masalah dan salah satunya adalah kompetensi akuntan-akuntan yang tidak berstandar Internasional. Ini menjadi kendala yang masih belum terselesaikan hingga konvergensi IFRS dilaksanakan bertahap. Secara pelaporan keuangan saja, pendidikan akuntansi di Indonesia masih dikatakan lemah. Maka tidak menutup kemungkian pendidikan akuntansi di indonesia masih terfokus pada permasalahan pelaporan keuangan.
Hingga saat ini, pendidikan akuntansi di Indonesia mengacu pada PSAK yang diadopsi dari FASB. Laporan yang dihasilkan pun masih terfokus dengan angka-angka yang mewakili informasi akuntansi sebuah perusahaan. Begitu juga setelah adanya konvergensi IFRS, permasalahan yang diangkat dan dikaji dalam forum DSAK adalah mengenai masalah pelaporan keuangan saja. PSAK yang telah direvisi ini pun juga masih terlarut dalam pelaporan keuangan. Sehingga seluruh materi yang diberikan dalam kelas akuntansi terfokus pada pelaporan keuangan. Sangat sulit untuk melangkah lebih luas lagi, dimana diharapkan akuntan tidak hanya berada dalam ruang lingkup pelaporan keuangan. Tetapi mempunyai tanggung jawab sosial dan etika yang baik dalam menjalankan tugas sebagai akuntan.
Solusi untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan akuntansi adalah perlu adanya pengkajian ulang mengenai masalah pendidikan dalam proses konvergensi IFRS. Beberapa hal perlu dipertimbangkan agar pendidikan akuntansi di Indonesia tidak hanya larut pada pelaporan keuangan, melainkan berbagai aspek yang terkait dan dampak-dampak yang muncul setelah konvergensi IFRS dilakukan, termasuk permasalahan pendidikan akuntansi yang terus update dari waktu ke waktu.
Pendidikan akuntansi merupakan masalah yang tidak terlalu dipertimbangkan oleh para akuntan-akuntan senior dan sekaligus Dewan Standar Akuntansi Keuangan. Fenomena-fenomena ekonomi dan permasalahan global lainnya menjadi bahan pertimbangan utama dalam menentukan keputusan konvergensi IFRS. Padahal pendidikan sangan berpengaruh pada kualitas akuntan di masa depan. Untuk merubah pendidikan akuntansi di indonesia menjadi lebih baik, kita harus mengkaji ulang konvergensi IFRS ke PSAK, apakah cocok untuk materi di bangku perkuliahan atau tidak. Karena konvergensi IFRS ke PSAK ini merupakan landasan dari semua aktivitas akuntansi, mulai dari materi hingga praktek akuntansi di lapangan.
Selanjutnya dimana para akademisi perlu mengadakan perubahan kurikulum, silabus dan literatur agar akuntan-akuntan di indonesia dapat melakukan tugas sebagai seorang akuntan dengan baik. Karena perubahan-perubahan fenomena akuntansi berkembang dengan cepat dan kita sebagai akuntan juga harus mampu mengikuti perubahan-perubahan yang akan terjadi dimana perubahan-perubahan ini akan memberikan tantangan-tantangan baru bagi para akuntan untuk menjadi akuntan yang mampu memberikan hal terbaik bagi dunia akuntansi.
Tidak menutup kemungkinan pada 2012, PSAK baru dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh (stakeholder, pendidikan, sosial dan aspek-aspek lainnya) akan menjadi standar akuntansi keuangan yang dapat digunakan sebagai acuan pendidikan akuntansi Indonesia yang mampu memanusiakan manusia. Konvergensi IFRS memang harus dikaji sedemikian rupa dengan segala pertimbangan atas fenomena ekonomi dan aspek-aspek lainnya yang dapat berpengaruh serta perlu adanya keikutsertaan para stakeholder yang juga mendapatkan dampak dari konvergensi IFRS itu sendiri. Terutama stake holder eksternal, seperti pemerintah, masyarakat dan sebagainya dimana sangat kurang diperhatikan apresiasinya. Sehingga PSAK baru dapat berpihak pada semua kalangan yang berhak atas informasi pelaporan keuangan.
Penginformasian mengenai pentingnya konvergensi IFRS perlu dipublikasikan kepada berbagai kalangan yang akan menerima dampak saat proses konvergensi dan setelah konvergensi selesai. Indonesia belum siap menghadapi apdopsi IFRS secara penuh pada tahun 2012 tanpa tindakan-tindakan yang cepat, termasuk publikasi kepada semua kalangan. Penginformasian disertai pengkajian IFRS terus menerus memang perlu dilakukan oleh para akuntan-akuntan, agar Indonesia dapat berkompeten di kancah internasional. Sehingga Indonesia mampu menjalankan roda perekonomian dengan baik.
Minggu, 04 November 2012
PENGERTIAN CSR
Definisi Corporate Social Responsibility
Lima Pilar Aktivitas Coprorate Social Responsibility
Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu (Wibisono, 2007,p.119) :
Building Human Capital
Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community development.
Strengthening Economies
Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar.
Assessing Social Chesion
Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
Encouraging Good Governence
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik.
Protecting The Environment
Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.
Bentuk Program Corporate Social Responsibility
Kotler dalam buku “Corporate Social Responsibility : Doing The Most Good for Your Company” (2005) menyebutkan beberapa bentuk program Corporate Social Responsibility yang dapat dipilih, yaitu :
Cause Promotions
Dalam cause promotions ini perusahaan berusaha untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai suatu issue tertentu, dimana issue ini tidak harus berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis perusahaan, dan kemudian perusahaan mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau benda mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Dalam cause promotions ini, perusahaan bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya : non government organization.
Cause Promotions dapat dilakukan dalam bentuk :
Meningkatkan awareness dan concern masyarakat terhadap satu issue tertentu.
Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih mendalam mengenai suatu issue tertentu di masyarakat. Mengajak masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak orang untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan event tertentu, misalnya : mengikuti gerak jalan, menandatangani petisi, dll.
Cause-Related Marketing
Dalam cause related marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produk nya, baik itu barang atau jasa, dimana sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu.
Cause related marketing dapat berupa :
Setiap barang yang terjual, maka sekian persen akan didonasikan.
Setiap pembukaan rekening atau account baru, maka beberapa rupiah akan didonasikan.
Corporate Social Marketing
Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu.
Biasanya corporate social marketing, berfokus pada bidang-bidang di bawah ini, yaitu :
Bidang kesehatan (health issues), misalnya : mengurangi kebiasaan merokok, HIV/AIDS, kanker, eating disorders, dll.
Bidang keselamatan (injury prevention issues), misalnya :
keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dll.
Bidang lingkungan hidup (environmental issues) , misalnya :
konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida.
Bidang masyarakat (community involvement issues), misalnya :
memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan hak-hak binatang, dll.
Corporate Philanthrophy
Corporate philanthropy mungkin merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua. Corporate philanthrophy ini dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga, perorangan ataupun kelompok tertentu.
Corporate philanthropy dapat dilakukan dengan menyumbangkan :
Menyumbangkan uang secara langsung, misalnya: memberikan beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu,dll.
Memberikan barang/produk, misalnya: memberikan bantuan peralatan tulis untuk anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah terbuka, dll.
Memberikan jasa, misalnya: memberikan bantuan imunisasi kepada anak-anak di daerah terpencil,dll.
Memberi ijin untuk menggunakan fasilitas atau jalur distribusi yang dimiliki oleh perusahaan, misalnya: sebuah hotel menyediakan satu ruangan khusus untuk menjadi showroom bagi produk-produk kerajinan tangan rakyat setempat, dll.
Corporate Volunteering
Community Volunteering adalah bentuk Corporate Social Responsibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya ikut terlibat dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan waktu dan tenaganya.
Beberapa bentuk community volunteering, yaitu :
Perusahaan mengorganisir karyawannya untuk ikut berpartisipasi dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh perusahaan, misalnya sebagai staff pengajar, dll.
Perusahaan memberikan dukungan dan informasi kepada karyawannya untuk ikut serta dalam program-program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh lembaga-lembaga lain, dimana program-program Corporate Social Responsibility tersebut disesuaikan dengan bakat dan minat karyawan.
Memberikan kesempatan (waktu) bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan Corporate Social Responsibility pada jam kerja, dimana karyawan tersebut tetap mendapatkan gajinya.
Memberikan bantuan dana ke tempat-tempat dimana karyawan terlibat dalam program Corporate Social Responsibility nya. Banyaknya dana yang disumbangkan tergantung pada banyaknya jam yang dihabiskan karyawan untuk mengikuti program Corporate Social Responsibility di tempat tersebut. Socially Responsible Bussiness Dalam Socially responsible business, perusahaan melakukan perubahan terhadap salah satu atau keseluruhan sistem kerja nya agar dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.
Socially responsible business, dapat dilakukan dalam bentuk :
Memperbaiki proses produksi, misalnya : melakukan penyaringan terhadap limbah sebelum dibuang ke alam bebas, untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan, menggunakan pembungkus yang dapat didaur ulang (ramah lingkungan).
Menghentikan produk-produk yang dianggao berbahaya tapi tidak illegal.
Hanya menggunakan distributor yang memenuhi persyaratan dalam menjaga lingkungan hidup.
Membuat batasan umur dalam melakukan penjualan, misalnya barang-barang tertentu tidak akan dijual kepada anak yang belum berumur 18 tahun.
Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Responsibility
Dalam buku, “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”, Yusuf Wibisono (2007) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility, yaitu:
Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image / citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan.
Layak Mendapatkan sosial licence to operate
Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberika kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut.
Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan
Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan Corporate Social
Responsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian.
Melebarkan Akses Sumber Daya
Track records yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.
Membentangkan Akses Menuju Market
Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru.
Mereduksi Biaya
Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan Corporate Social Responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan.
Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder
Implementasi Corporate Social Responsibility akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan.
Memperbaiki Hubungan dengan Regulator
Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat.
Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka.
Peluang Mendapatkan Penghargaan
Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku Corporate Social Responsibility sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan award.
Berdasar
pada Trinidad and Tobaco Bureau of Standards (TTBS), Corporate Social
Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi
bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas
(Budimanta,Prasetijo & Rudito, 2004, p.72).
World
Business Council for Sustainable Development mendefiniskan Corporate
Social Responsibility sebagai komitmen berkelanjutan kalangan bisnis
untuk berperilaku etis dan memberikan sumbangan pada pembangunan ekonomi
sekaligus memperbaiki mutu hidup angkatan kerja dan keluarganya serta
komunitas lokal dan masyarakat secara keseluruhan (Iriantara, 2004,
p.49). “Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan
untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang
baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan” (Kotler
& Nancy, 2005,p.4)
CSR Forum mendefinikan Corporate Social
Responsibility sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan dan
terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi
rasa hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan (Wibisono, 2007,
p.8).
Jadi, dapat kita simpulkan
bahwa Corporate Social Responsibility adalah komitmen perusahaan untuk
memberikan kontribusi jangka panjang terhadap satu issue tertentu di
masyarakat atau lingkungan untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih
baik. Kontribusi dari perusahaan ini bisa berupa banyak hal, misalnya :
bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari perusahaan, bantuan berupa
barang, dll. Di sini perlu dibedakan antara program Corporate Social
Responsibility dengan kegiatan charity. Kegiatan charity hanya
berlangsung sekali atau sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan
ketergantungan publik terhadap perusahaan. Sementara, program Corporate
Social Responsibility merupakan program yang berkelanjutan dan bertujuan
untuk menciptakan kemandirian publik (“Paradigma Baru CSR”, Oktober
2006).
Perusahaan yang menjalankan model bisnisnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip etika bisnis dan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang strategik dan sustainable akan dapat menumbuhkan citra positif serta mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat (Wibisono, 2007, p.66). Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka. Citra positif ini akan menjadi asset yang sangat berharga bagi perusahaan dalam menjaga keberlangsungan hidupnya saat mengalami krisis (Kotler & Nancy, 2005)
Melihat pentingnya pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam membantu perusahaan menciptakan citra positifnya maka perusahaan seharusnya melihat Corporate Social Responsibility bukan sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, jika Corporate Social Responsibility diabaikan kemudian terjadi insiden. Maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan Corporate Social Responsibility itu sendiri. Hal ini belum termasuk pada resiko non-finansial yang berupa memburuknya citra perusahaan di mata publiknya (Wibisono, 2007).
Perusahaan yang menjalankan model bisnisnya dengan berpijak pada prinsip-prinsip etika bisnis dan manajemen pengelolaan sumber daya alam yang strategik dan sustainable akan dapat menumbuhkan citra positif serta mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat (Wibisono, 2007, p.66). Philip Kotler dan Nancy Lee juga mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra perusahaan karena jika perusahaan menjalankan tata kelola bisnisnya dengan baik dan mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah maka pemerintah dan masyarakat akan memberikan keleluasaan bagi perusahaan tersebut untuk beroperasi di wilayah mereka. Citra positif ini akan menjadi asset yang sangat berharga bagi perusahaan dalam menjaga keberlangsungan hidupnya saat mengalami krisis (Kotler & Nancy, 2005)
Melihat pentingnya pelaksanaan Corporate Social Responsibility dalam membantu perusahaan menciptakan citra positifnya maka perusahaan seharusnya melihat Corporate Social Responsibility bukan sebagai sentra biaya (cost center) melainkan sebagai sentra laba (profit center) di masa mendatang. Logikanya sederhana, jika Corporate Social Responsibility diabaikan kemudian terjadi insiden. Maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya recovery bisa jadi lebih besar dibandingkan biaya yang ingin dihemat melalui peniadaan Corporate Social Responsibility itu sendiri. Hal ini belum termasuk pada resiko non-finansial yang berupa memburuknya citra perusahaan di mata publiknya (Wibisono, 2007).
Lima Pilar Aktivitas Coprorate Social Responsibility
Dalam penelitian kali ini konsep Corporate Social Responsibility akan diukur dengan menggunakan lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum, yaitu (Wibisono, 2007,p.119) :
Building Human Capital
Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan pemberdayaan masyarakat, biasanya melalui community development.
Strengthening Economies
Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan ekonomi sekitar.
Assessing Social Chesion
Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik.
Encouraging Good Governence
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik.
Protecting The Environment
Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan.
Bentuk Program Corporate Social Responsibility
Kotler dalam buku “Corporate Social Responsibility : Doing The Most Good for Your Company” (2005) menyebutkan beberapa bentuk program Corporate Social Responsibility yang dapat dipilih, yaitu :
Cause Promotions
Dalam cause promotions ini perusahaan berusaha untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai suatu issue tertentu, dimana issue ini tidak harus berhubungan atau berkaitan dengan lini bisnis perusahaan, dan kemudian perusahaan mengajak masyarakat untuk menyumbangkan waktu, dana atau benda mereka untuk membantu mengatasi atau mencegah permasalahan tersebut. Dalam cause promotions ini, perusahaan bisa melaksanakan programnya secara sendiri ataupun bekerjasama dengan lembaga lain, misalnya : non government organization.
Cause Promotions dapat dilakukan dalam bentuk :
Meningkatkan awareness dan concern masyarakat terhadap satu issue tertentu.
Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih mendalam mengenai suatu issue tertentu di masyarakat. Mengajak masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik mereka untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan tertentu. Mengajak orang untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan event tertentu, misalnya : mengikuti gerak jalan, menandatangani petisi, dll.
Cause-Related Marketing
Dalam cause related marketing, perusahaan akan mengajak masyarakat untuk membeli atau menggunakan produk nya, baik itu barang atau jasa, dimana sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaan akan didonasikan untuk membantu mengatasi atau mencegah masalah tertentu.
Cause related marketing dapat berupa :
Setiap barang yang terjual, maka sekian persen akan didonasikan.
Setiap pembukaan rekening atau account baru, maka beberapa rupiah akan didonasikan.
Corporate Social Marketing
Corporate social marketing ini dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk mengubah perilaku masyarakat (behavioral changes) dalam suatu issue tertentu.
Biasanya corporate social marketing, berfokus pada bidang-bidang di bawah ini, yaitu :
Bidang kesehatan (health issues), misalnya : mengurangi kebiasaan merokok, HIV/AIDS, kanker, eating disorders, dll.
Bidang keselamatan (injury prevention issues), misalnya :
keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dll.
Bidang lingkungan hidup (environmental issues) , misalnya :
konservasi air, polusi, pengurangan penggunaan pestisida.
Bidang masyarakat (community involvement issues), misalnya :
memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan hak-hak binatang, dll.
Corporate Philanthrophy
Corporate philanthropy mungkin merupakan bentuk Corporate Social Responsibility yang paling tua. Corporate philanthrophy ini dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga, perorangan ataupun kelompok tertentu.
Corporate philanthropy dapat dilakukan dengan menyumbangkan :
Menyumbangkan uang secara langsung, misalnya: memberikan beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu,dll.
Memberikan barang/produk, misalnya: memberikan bantuan peralatan tulis untuk anak-anak yang belajar di sekolah-sekolah terbuka, dll.
Memberikan jasa, misalnya: memberikan bantuan imunisasi kepada anak-anak di daerah terpencil,dll.
Memberi ijin untuk menggunakan fasilitas atau jalur distribusi yang dimiliki oleh perusahaan, misalnya: sebuah hotel menyediakan satu ruangan khusus untuk menjadi showroom bagi produk-produk kerajinan tangan rakyat setempat, dll.
Corporate Volunteering
Community Volunteering adalah bentuk Corporate Social Responsibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak karyawannya ikut terlibat dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan waktu dan tenaganya.
Beberapa bentuk community volunteering, yaitu :
Perusahaan mengorganisir karyawannya untuk ikut berpartisipasi dalam program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh perusahaan, misalnya sebagai staff pengajar, dll.
Perusahaan memberikan dukungan dan informasi kepada karyawannya untuk ikut serta dalam program-program Corporate Social Responsibility yang sedang dijalankan oleh lembaga-lembaga lain, dimana program-program Corporate Social Responsibility tersebut disesuaikan dengan bakat dan minat karyawan.
Memberikan kesempatan (waktu) bagi karyawan untuk mengikuti kegiatan Corporate Social Responsibility pada jam kerja, dimana karyawan tersebut tetap mendapatkan gajinya.
Memberikan bantuan dana ke tempat-tempat dimana karyawan terlibat dalam program Corporate Social Responsibility nya. Banyaknya dana yang disumbangkan tergantung pada banyaknya jam yang dihabiskan karyawan untuk mengikuti program Corporate Social Responsibility di tempat tersebut. Socially Responsible Bussiness Dalam Socially responsible business, perusahaan melakukan perubahan terhadap salah satu atau keseluruhan sistem kerja nya agar dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat.
Socially responsible business, dapat dilakukan dalam bentuk :
Memperbaiki proses produksi, misalnya : melakukan penyaringan terhadap limbah sebelum dibuang ke alam bebas, untuk menghilangkan zat-zat yang berbahaya bagi lingkungan, menggunakan pembungkus yang dapat didaur ulang (ramah lingkungan).
Menghentikan produk-produk yang dianggao berbahaya tapi tidak illegal.
Hanya menggunakan distributor yang memenuhi persyaratan dalam menjaga lingkungan hidup.
Membuat batasan umur dalam melakukan penjualan, misalnya barang-barang tertentu tidak akan dijual kepada anak yang belum berumur 18 tahun.
Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Responsibility
Dalam buku, “Membedah Konsep dan Aplikasi CSR”, Yusuf Wibisono (2007) menguraikan 10 keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan jika melakukan program Corporate Social Responsibility, yaitu:
Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan, sebaliknya kontribusi positif pasti akan mendongkrak image dan reputasi positif perusahaan. Image / citra yang positif ini penting untuk menunjang keberhasilan perusahaan.
Layak Mendapatkan sosial licence to operate
Masyarakat sekitar adalah komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan keuntungan dari perusahaan, maka dengan sendirinya mereka akan merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberika kepada perusahaan adalah keleluasaan untuk menjalankan roda bisnisnya di kawasan tersebut.
Mereduksi Resiko Bisnis Perusahaan
Mengelola resiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Disharmoni dengan stakeholders akan menganggu kelancaran bisnis perusahaan. Bila sudah terjadi permasalahan, maka biaya untuk recovery akan jauh lebih berlipat bila dibandingkan dengan anggaran untuk melakukan program Corporate Social Responsibility. Oleh karena itu, pelaksanaan Corporate Social
Responsibility sebagai langkah preventif untuk mencegah memburuknya hubungan dengan stakeholders perlu mendapat perhatian.
Melebarkan Akses Sumber Daya
Track records yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu memuluskan jalan menuju sumber daya yang diperlukan perusahaan.
Membentangkan Akses Menuju Market
Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang yang lebih besar. Termasuk di dalamnya memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru.
Mereduksi Biaya
Banyak contoh penghematan biaya yang dapat dilakukan dengan melakukan Corporate Social Responsibility. Misalnya: dengan mendaur ulang limbah pabrik ke dalam proses produksi. Selain dapat menghemat biaya produksi, juga membantu agar limbah buangan ini menjadi lebih aman bagi lingkungan.
Memperbaiki Hubungan dengan Stakehoder
Implementasi Corporate Social Responsibility akan membantu menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholder, dimana komunikasi ini akan semakin menambah trust stakeholders kepada perusahaan.
Memperbaiki Hubungan dengan Regulator
Perusahaan yang melaksanakan Corporate Social Responsibility umumnya akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator yang sebenarnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat.
Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan
Image perusahaan yang baik di mata stakeholders dan kontribusi positif yang diberikan perusahaan kepada masyarakat serta lingkungan, akan menimbulkan kebanggan tersendiri bagi karyawan yang bekerja dalam perusahaan mereka sehingga meningkatkan motivasi kerja mereka.
Peluang Mendapatkan Penghargaan
Banyaknya penghargaan atau reward yang diberikan kepada pelaku Corporate Social Responsibility sekarang, akan menambah kans bagi perusahaan untuk mendapatkan award.
Labels: Manajemen Pemasaran
PENGERTIAN GCG
Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata
tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadbury, misalnya, pada tahun 1992
– melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadbury Report – mengeluarkan
definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadbury, GCG adalah
prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan
stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan
kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
Centre for European Policy Studies (CEPS), punya foormula lain. GCG papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right),
proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar
manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh
stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai
kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi
manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut.
Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder
menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan.
Sejumlah negara juga mempunyai definisi
tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan
pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaaan istilah.
Kelompk negara maju (OECD), misalnya mendefinisikan GCG sebagai
cara-cara manajemen perusahaan bertanggungjawab kepada shareholder-nya.
Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat
dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai
tambah bagi shareholder lainnya. Karena itu fokus utama disini terkait
dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung
nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu accountability, transparency, predictability dan participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance
Malaysia. Menurut lembaga tersebut, GCG merupakan suatu proses serta
struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan
urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan
akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai
saham dalam jangka panjang, tetapi tetap memperhatikan berbagai
kepentingan para stakeholder lainnya.
Lantas bagaimana dengan definsi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai ‘pengaturan’. Adapun dalam konteks GCG, governance
sering juga disebut ‘tata pamong’ atau penadbiran – yang terakhir ini,
bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu
berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis,
istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dalam
terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah
yang tepat dalam bahasa Indonesia yang benar.
Kemudian, GCG ini didefinisikan sebagai
suatu pola hubungan, sistem dan proses yang digunakan oleh organ
perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang
saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
dan norma yang berlaku.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance atau GCG merupakan :
- Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran dewan Komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan para stakeholder lainnya.
- Suatu sistem pengecekan, perimbangan kewenangan atas pengandalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang : pengelolaan salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
- Suatu prose yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.
PENGERTIAN IFRS
Pengertian IFRS.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi.
DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENDIDIKAN
Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :
Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik “Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis” yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin :
Perusahaan BUMN tidak dapat mengelak untuk menerapkan IFRS. Sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, BUMN dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus menyiapkan sumber daya manusia dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan.
Perusahaan dalam industri sejenis dapat merumuskan dampak perubahan standar ini secara bersama-sama sehingga lebih efisien, Standar yang bersifat principles based dapat diturunkan dalam bentuk pedoman akuntansi untuk industri spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan dalam industri tersebut.
IFRS merupakan standar akuntansi internasional yang diterbitkan oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB) yang dahulu bernama Komisi Standar Akuntansi Internasional (AISC), merupakan lembaga independen untuk menyusun standar akuntansi. Organisasi ini memiliki tujuan mengembangkan dan mendorong penggunaan standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diperbandingkan (Choi et al., 1999 dalam Intan Immanuela, puslit2.petra.ac.id)
Struktur IFRS
International Financial Reporting Standards mencakup:
* International Financial Reporting Standards (IFRS) – standar yang diterbitkan setelah tahun 2001
* International Accounting Standards (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) – setelah tahun 2001
* Interpretations yang diterbitkan oleh Standing Interpretations Committee (SIC) – sebelum tahun 2001 (www.wikipedia.org)
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi.
- Pertama berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya.
- Ke-dua adalah pengukuran dan penilaian. Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan (pada tanggal neraca).
- Ke-tiga yang dimuat dalam standar adalah pengakuan, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan.
- Ke-empat adalah penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan (Chariri, 2009).
DAMPAK KONVERGENSI IFRS TERHADAP PENDIDIKAN
Dampak konvergensi IFRS untuk bidang pendidikan antara lain :
- Perubahan mind stream dari rule-based ke principle-based
- Banyak menggunakan professional judgement
- Banyak menggunakan fair value accounting
- IFRS selalu berubah dan konsep yang digunakan dalam suatu IFRS dapat berbeda dengan IFRS lain
- Semakin meningkatnya ketergantungan ke profesi lain.
- Perubahan text-book dari US GAPP ke IFRS.
Selain dampak terhadap dunia pendidikan IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak yang ditimbulkan dari program konvergensi IFRS yang disampaikan dalam seminar setengah hari IAI dengan topik “Dampak konvergensi IFRS terhadap Bisnis” yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2009 kemarin :
- Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
- Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
- Disisi lain, kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harg fluktuatif.
- Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value.
- principle-based standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management).
- Penggunaan off balance sheet semakin terbatas.
Perusahaan BUMN tidak dapat mengelak untuk menerapkan IFRS. Sebagai perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, BUMN dipersyaratkan oleh regulasi untuk menyusun laporan keuangan berdasarkan standar. Untuk dapat mengimplementasikan IFRS perusahaan harus menyiapkan sumber daya manusia dan dana yang cukup untuk melakukan pemutakhiran sistem dan SOP yang saat ini telah ada. Komitmen pimpinan perusahaan diperlukan untuk mendukung proses implementasi IFRS tersebut. Besarnya komitmen pimpinan terkadang dipengaruhi oleh kepedulian stakeholder pengguna laporan keuangan. Kementerian BUMN sebagai stakeholder utama BUMN sangat mempengaruhi bagaimana proses implementasi PSAK baru ini dalam perusahaan.
Perusahaan dalam industri sejenis dapat merumuskan dampak perubahan standar ini secara bersama-sama sehingga lebih efisien, Standar yang bersifat principles based dapat diturunkan dalam bentuk pedoman akuntansi untuk industri spesifik yang dapat dijadikan acuan dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan dalam industri tersebut.
tugas kelompok
Pelaksanaan GCG Bank Niaga
Anggota Kelompok :
Devin Pratama
Fajar Mauludi H
Henricus Indra P
Muhamad Rayhan
Ricky Yaminsyah
Rio Sempana A
Rizkia Yusuf
Yuda Nurfika
Pelaksanaan GCG Bank Niaga
Dalam kaitannya dengan upaya
menjalankan GCG di perusahaan perbankan seluruh Anggota Komisaris atau
Komisaris Independen perlu mengerti dan menjalankan tugasnya dengan mengacu
pada prinsip-prinsip GCG berikut ini:
1. Transparansi yang menunjukan kemampuan dari
berbagai pihak pemegang kepentingan terkait untuk melihat dan memahami proses
dan acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam mengelola
perusahaan. Dilihat dari ke transparasian laporan GCG di bank niaga sangat
transparasi dimana telah dilaksanakannya RUPS, Menyetujui dan menerima baik
Laporan Tahunan Perusahaan tahun buku (termasuk laporan pengawasan Dewan
Komisaris) dan mengesahkan Laporan Keuangan
Konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tahun buku yang telah diaudit oleh
kantor Akuntan Publik Haryanto Sahari dan Rekan (anggota dari
PricewaterhouseCoopers di Indonesia), mencakup Laporan Keuangan PT Bank Lippo
Tbk untuk periode 1 Januari 2008 sampai
dengan 31 Oktober 2008 yang kemudian sejak 1 November 2008 PT Bank Lippo Tbk
efektif menggabungkan diri ke dalam
Perusahaan, dengan pendapat bahwa laporan keuangan konsolidasian menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tanggal
31 Desember 2008, dan hasil usaha, serta arus kas konsolidasian yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Disclosure yang merupakan penyajian informasi
kepada berbagai pihak pemegang kepentingan mengenai berbagai hal-hal yang
berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan.
Pada tahap awal menerima tugas
pekerjaannya, BOC dan BOD perlu memastikan bahwa eksternal auditor, internal
auditor dan Komite Audit mempunyai akses terhadap informasi yang dimiliki
perusahaan, dengan syarat kerahasiaan informasi perusahaan ini tetap dijaga.
Komite-Komite di Tingkat Dewan Komisaris
Guna membantu pelaksanaan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, Dewan Komisaris membentuk
beberapa Komite sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris adalah:
a.
Komite
Audit
Sepanjang tahun
buku 2010, Komite Audit antara lain telah menyelenggarakan rapat sebagai bagian
dari pelaksanaan tugasnya:
1.
Mengadakan rapat dengan Audit Intern untuk membahas rencana audit dan lingkup audit,
kecukupan sistim pengendalian intern, temuan audit yang signifikan dan tindak lanjutnya, serta tindak lanjut atas
rekomendasi Bank Indonesia dan Akuntan Publik. Pembahasan dengan audit intern
dalam tahun 2009 dilakukan 12 kali.
2.
Mengadakan rapat dengan Direktur Keuangan dan pejabat
eksekutif keuangan untuk membahas pelaporan keuangan untuk meyakinkan bahwa
penyajian, perlakuan akuntansi
dan pengungkapannya telah sesuai dengan Standar
Akuntansi yang berlaku umum, serta melakukan review terhadap kesiapan
implementasi PSAK 50/55. Pembahasan dengan Direktur Keuangan dan pejabat
eksekutif keuangan dalam tahun 2009
dilakukan 7 kali.
3.
Mengadakan
rapat dengan Akuntan Publik untuk membahas rencana audit, lingkup audit, temuan
audit yang signifikan dan implementasi
Standar akuntansi yang berlaku umum. Pembahasan dengan Akuntan Publik
dalam tahun 2009 dilakukan 8 kali.
4.
Mengadakan
rapat dengan unit kerja tertentu untuk meyakinkan
kecukupan sistim pengendalian intern dan
implementasi good corporate governance seperti melakukan review terhadap
proses integrasi saat Single Platform
Day 1, penanganan keluhan
nasabah, penentuan nilai agunan serta
implementasi restrukturisasi kredit dan penyelesaiannya. Pembahasan dengan unit kerja dalam tahun 2009
dilakukan 18 kali.
3.
Akuntanbilitas yang berkaitan dengan pertanggungan jawab BOC dan BOD atas
keputusan manajerial dan hasil kinerja usaha yang dicapai, sesuai dengan
wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola
perusahaan.
BOD dan BOC perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik.
BOD dan BOC perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik.
Komite
Eksekutif
Business Development
Committee (BDC)
Program Kerja Tahun 2010
1)
Pengembangan
produk/proyek yang terkait dengan bisnis dan pemasaran, sehingga dapat
menghasilkan produk– produk yang berkualitas, bermanfaat dan dibutuhkan nasabah
dan masyarakat.
2)
Meningkatkan kualitas dan nilai tambah bagi produk dan layanan, baik dalam hal teknologi
maupun layanan, sehingga dapat dengan cepat merespon keinginan masyarakat dan
menanggapi persaingan yang ada.
Realisasi Kerja Tahun 2010
1)
Meluncurkan
beberapa produk dan program antara lain: Program
Tabungan X-Tra: Setiap Detik Hadiah Menanti, Program Tabungan X-Tra: Festival X-Tra, Kartu Kredit X-Tra, X-Tra
Fixed Rate, KPR Dinamis, KPM Smart dan Luxury,
Deposito X-Tra, Power Deposit, dan ikut serta sebagai agen penjual ORI
06 & Sukuk.
2)
Meningkatkan
promosi dan pemasaran produk dengan berbagai
strategi promosi dan pemasaran antara lain dengan sponsorship, lucky rewards
dan penggunaan media promosi yang efektif.
3)
Meningkatkan kualitas
layanan terhadap transaksi perkreditan nasabah,yaitu dengan memberikan kemudahan pengajuan
kredit terutama untuk pensiunan.
4.
Kemandirian yang menuntut pemilik perusahaan, BOD dan BOC dalam menjalankan
kegiatan usaha melepaskan diri dari berbagai pengaruh atau tekanan yang berasal
dari pihak tertentu yang dapat menggangu, merugikan, atau mengurangi
obyektifitas pengambilan keputusan.
Hasil Self Assessment GCG Bank
Niaga
Self assessment implementasi GCG
dilakukan Bank untuk mengukur
hasil pelaksanaan GCG selama satu tahun. Program
ini dijalankan dengan mengirimkan kuesioner seperti yang ditetapkan oleh BI
kepada responden anggota Dewan Komisaris, Direksi dan pejabat Eksekutif
Aspek yang din ilai adalah sebagai
berikut:
Aspek
yang Dinilai
|
Bobot (B)
Value (V) (%) |
Peringkat
(P) Ranking (R)
|
Nilai
(B x P) Score (V x R)
|
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung
jawab Dewan Komisaris
Implementation
of the Roles and Responsibilities of the Board of Commissioners
|
10
|
1
|
0,10
|
Pelaksanaan Tugas dan tanggung
Jawab Direksi
Implementation of the
Roles and Responsibilities of the Directors
|
20
|
1
|
0,21
|
Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas
Komite
|
10
|
1,1
|
0,11
|
Penanganan
Benturan Kepentingan
|
10
|
1,3
|
0,13
|
Penerapan
Fungsi Kepatuhan Bank
|
5
|
1,2
|
0,06
|
Penerapan Fungsi Audit Intern
|
5
|
1,3
|
0,06
|
Penerapan Fungsi Audit Ekstern
|
5
|
1,1
|
0,05
|
Fungsi
Manajemen Risiko termasuk Sistem Pengendalian Intern Risk
Management Function including Internal Control System
|
7,5
|
1,3
|
0,10
|
Penyediaan
Dana kepada Pihak terkait dan Debitur Besar Allocation and Key Debtors
|
7.5
|
1,1
|
0,08
|
Transparansi
Kondisi Keuangan dan Non Keuangan, Laporan Pelaksanaan GCG dan Pelaporan Internal
Transparency
of Financial and Non Financial Conditions, GCG Implementation Reports and Internal
Reporting
|
15
|
1,2
|
0,18
|
Rencana
Strategis Bank
|
5
|
1,2
|
0,06
|
Nilai Komposit
|
|
1,1
(sangat baik) (very good) |
Pelaksanaan GCG Bank Niaga
Pelaksanaan GCG Bank Niaga
Dalam kaitannya dengan upaya
menjalankan GCG di perusahaan perbankan seluruh Anggota Komisaris atau
Komisaris Independen perlu mengerti dan menjalankan tugasnya dengan mengacu
pada prinsip-prinsip GCG berikut ini:
1. Transparansi yang menunjukan kemampuan dari
berbagai pihak pemegang kepentingan terkait untuk melihat dan memahami proses
dan acuan yang digunakan dalam pengambilan keputusan dalam mengelola
perusahaan. Dilihat dari ke transparasian laporan GCG di bank niaga sangat
transparasi dimana telah dilaksanakannya RUPS, Menyetujui dan menerima baik
Laporan Tahunan Perusahaan tahun buku (termasuk laporan pengawasan Dewan
Komisaris) dan mengesahkan Laporan Keuangan
Konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tahun buku yang telah diaudit oleh
kantor Akuntan Publik Haryanto Sahari dan Rekan (anggota dari
PricewaterhouseCoopers di Indonesia), mencakup Laporan Keuangan PT Bank Lippo
Tbk untuk periode 1 Januari 2008 sampai
dengan 31 Oktober 2008 yang kemudian sejak 1 November 2008 PT Bank Lippo Tbk
efektif menggabungkan diri ke dalam
Perusahaan, dengan pendapat bahwa laporan keuangan konsolidasian menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan konsolidasian Perusahaan dan Anak Perusahaan tanggal
31 Desember 2008, dan hasil usaha, serta arus kas konsolidasian yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Disclosure yang merupakan penyajian informasi
kepada berbagai pihak pemegang kepentingan mengenai berbagai hal-hal yang
berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan dan risiko usaha perusahaan.
Pada tahap awal menerima tugas
pekerjaannya, BOC dan BOD perlu memastikan bahwa eksternal auditor, internal
auditor dan Komite Audit mempunyai akses terhadap informasi yang dimiliki
perusahaan, dengan syarat kerahasiaan informasi perusahaan ini tetap dijaga.
Komite-Komite di Tingkat Dewan Komisaris
Guna membantu pelaksanaan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, Dewan Komisaris membentuk
beberapa Komite sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku. Komite-komite di tingkat Dewan Komisaris adalah:
a.
Komite
Audit
Sepanjang tahun
buku 2010, Komite Audit antara lain telah menyelenggarakan rapat sebagai bagian
dari pelaksanaan tugasnya:
1.
Mengadakan rapat dengan Audit Intern untuk membahas rencana audit dan lingkup audit,
kecukupan sistim pengendalian intern, temuan audit yang signifikan dan tindak lanjutnya, serta tindak lanjut atas
rekomendasi Bank Indonesia dan Akuntan Publik. Pembahasan dengan audit intern
dalam tahun 2009 dilakukan 12 kali.
2.
Mengadakan rapat dengan Direktur Keuangan dan pejabat
eksekutif keuangan untuk membahas pelaporan keuangan untuk meyakinkan bahwa
penyajian, perlakuan akuntansi
dan pengungkapannya telah sesuai dengan Standar
Akuntansi yang berlaku umum, serta melakukan review terhadap kesiapan
implementasi PSAK 50/55. Pembahasan dengan Direktur Keuangan dan pejabat
eksekutif keuangan dalam tahun 2009
dilakukan 7 kali.
3.
Mengadakan
rapat dengan Akuntan Publik untuk membahas rencana audit, lingkup audit, temuan
audit yang signifikan dan implementasi
Standar akuntansi yang berlaku umum. Pembahasan dengan Akuntan Publik
dalam tahun 2009 dilakukan 8 kali.
4.
Mengadakan
rapat dengan unit kerja tertentu untuk meyakinkan
kecukupan sistim pengendalian intern dan
implementasi good corporate governance seperti melakukan review terhadap
proses integrasi saat Single Platform
Day 1, penanganan keluhan
nasabah, penentuan nilai agunan serta
implementasi restrukturisasi kredit dan penyelesaiannya. Pembahasan dengan unit kerja dalam tahun 2009
dilakukan 18 kali.
3.
Akuntanbilitas yang berkaitan dengan pertanggungan jawab BOC dan BOD atas
keputusan manajerial dan hasil kinerja usaha yang dicapai, sesuai dengan
wewenang yang dilimpahkan dalam pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola
perusahaan.
BOD dan BOC perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik.
BOD dan BOC perlu menyampaikan laporan realisasi pencapaian kinerja usahanya dikaitkan dengan pencapaian target-target usaha yang ditetapkan dalam business plan dan menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit secara rutin dan tepat waktu kepada publik.
Komite
Eksekutif
Business Development
Committee (BDC)
Program Kerja Tahun 2010
1)
Pengembangan
produk/proyek yang terkait dengan bisnis dan pemasaran, sehingga dapat
menghasilkan produk– produk yang berkualitas, bermanfaat dan dibutuhkan nasabah
dan masyarakat.
2)
Meningkatkan kualitas dan nilai tambah bagi produk dan layanan, baik dalam hal teknologi
maupun layanan, sehingga dapat dengan cepat merespon keinginan masyarakat dan
menanggapi persaingan yang ada.
Realisasi Kerja Tahun 2010
1)
Meluncurkan
beberapa produk dan program antara lain: Program
Tabungan X-Tra: Setiap Detik Hadiah Menanti, Program Tabungan X-Tra: Festival X-Tra, Kartu Kredit X-Tra, X-Tra
Fixed Rate, KPR Dinamis, KPM Smart dan Luxury,
Deposito X-Tra, Power Deposit, dan ikut serta sebagai agen penjual ORI
06 & Sukuk.
2)
Meningkatkan
promosi dan pemasaran produk dengan berbagai
strategi promosi dan pemasaran antara lain dengan sponsorship, lucky rewards
dan penggunaan media promosi yang efektif.
3)
Meningkatkan kualitas
layanan terhadap transaksi perkreditan nasabah,yaitu dengan memberikan kemudahan pengajuan
kredit terutama untuk pensiunan.
4.
Kemandirian yang menuntut pemilik perusahaan, BOD dan BOC dalam menjalankan
kegiatan usaha melepaskan diri dari berbagai pengaruh atau tekanan yang berasal
dari pihak tertentu yang dapat menggangu, merugikan, atau mengurangi
obyektifitas pengambilan keputusan.
Hasil Self Assessment GCG Bank
Niaga
Self assessment implementasi GCG
dilakukan Bank untuk mengukur
hasil pelaksanaan GCG selama satu tahun. Program
ini dijalankan dengan mengirimkan kuesioner seperti yang ditetapkan oleh BI
kepada responden anggota Dewan Komisaris, Direksi dan pejabat Eksekutif
Aspek yang din ilai adalah sebagai
berikut:
Aspek
yang Dinilai
|
Bobot (B)
Value (V) (%) |
Peringkat
(P) Ranking (R)
|
Nilai
(B x P) Score (V x R)
|
Pelaksanaan Tugas dan Tanggung
jawab Dewan Komisaris
Implementation
of the Roles and Responsibilities of the Board of Commissioners
|
10
|
1
|
0,10
|
Pelaksanaan Tugas dan tanggung
Jawab Direksi
Implementation of the
Roles and Responsibilities of the Directors
|
20
|
1
|
0,21
|
Kelengkapan dan Pelaksanaan Tugas
Komite
|
10
|
1,1
|
0,11
|
Penanganan
Benturan Kepentingan
|
10
|
1,3
|
0,13
|
Penerapan
Fungsi Kepatuhan Bank
|
5
|
1,2
|
0,06
|
Penerapan Fungsi Audit Intern
|
5
|
1,3
|
0,06
|
Penerapan Fungsi Audit Ekstern
|
5
|
1,1
|
0,05
|
Fungsi
Manajemen Risiko termasuk Sistem Pengendalian Intern Risk
Management Function including Internal Control System
|
7,5
|
1,3
|
0,10
|
Penyediaan
Dana kepada Pihak terkait dan Debitur Besar Allocation and Key Debtors
|
7.5
|
1,1
|
0,08
|
Transparansi
Kondisi Keuangan dan Non Keuangan, Laporan Pelaksanaan GCG dan Pelaporan Internal
Transparency
of Financial and Non Financial Conditions, GCG Implementation Reports and Internal
Reporting
|
15
|
1,2
|
0,18
|
Rencana
Strategis Bank
|
5
|
1,2
|
0,06
|
Nilai Komposit
|
|
1,1
(sangat baik) (very good) |
Langganan:
Postingan (Atom)