Senin, 07 November 2011

Pemerintah dan Bank Belum Sepaham soal Kredit Usaha Rakyat

JAKARTA, KOMPAS.com — Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menilai pemerintah dan perbankan belum sepaham soal kredit usaha rakyat.
Menurut Sekretaris Jenderal BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Harry Warganegara di Jakarta, kesepahaman itu utamanya terkait kebijakan bank yang masih mewajibkan nasabah kredit usaha rakyat (KUR) menyediakan agunan agar memperoleh kredit.
Padahal, dalam konsep awalnya, KUR tidak menggunakan agunan karena pinjaman sudah dijamin asuransi. Untuk itu, Hipmi mendesak agar perbankan dan pemerintah segera duduk bersama dan menyatukan persepsi mereka tentang substansi dan regulasi KUR.
"Kami lihat pemerintah membuat iklan KUR tanpa agunan. Begitu anggota kami ke bank, ternyata agunan ini masih dimintai perbankan, khususnya untuk mikro. Jadi, pelaku usaha bingung," kata Harry.
KUR diluncurkan pemerintah pada 2007. Konsep KUR ini untuk meningkatkan akses perbankan kepada pelaku-pelaku usaha mikro dan menengah yang kesulitan pendanaan, tetapi memiliki bisnis yang layak. Karena risiko pengusaha pemula masih tinggi, pemerintah menyiapkan penjaminan lewat perusahaan penjaminan, di antaranya PT Askrindo.
Hal tersebut bertujuan agar bank penyalur KUR tetap aman dalam menyalurkan kredit. Beberapa bank penyalur KUR adalah BRI, Mandiri, Mandiri Syariah, BTN,  BNI, Bukopin, serta 13 BPD. Selain soal itu, bunga KUR juga masih tinggi, yakni di atas 20 persen.
"Kalau pemerintah serius menumbuhkan kewirausahaan, bunga KUR seharusnya di bawah 10 persen untuk pengusaha pemula," ujar Harry. Hipmi menilai, dengan perolehan laba perbankan nasional yang tumbuh sangat tinggi hingga kuartal III tahun ini, sudah saatnya perbankan memikirkan masa depan sektor riil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar